Tulisan ini melanjutkan postingan terdahulu dengan judul Pengalaman Sekolah Pasar Modal 2013 (Bagian 1). Sekolah pasar modal IDX bersifat gratis.
Disclaimer : saya hanya pemula, dan tulisan ini memang dikhususkan untuk belajar saja. Sekadar perkenalan buat pembaca yang ingin mulai berinvestasi di pasar modal. Mohon maaf bila terjadi kesalahan penulisan, dan mohon koreksi dari pembaca sekalian.
Di tulisan sebelumnya kita sudah belajar sedikit tentang dunia pasar modal dan saham. Berkaitan dengan IHSG, ada pula Indeks lain seperti sektoral, LQ45, Jakarta Islamic Index, Indeks Kompas 100, Indeks BISNIS-27, dan lain-lain. Sebenarnya indeks-indeks ini adalah indeks juga, tapi sahamnya merupakan saham pilihan, sesuai namanya, misal Kompas 100 adalah saham-saham pilihan dari Kompas. Indeks BISNIS-27 merupakan saham pilihan harian Bisnis Indonesia, terdiri dari 27 saham yang dipilih berdasarkan likuiditas dan kapitalisasi pasar.
Berinvestasi di pasar modal bukannya tak berbahaya. Sekitar 4 tahun lalu, dana nasabah raib senilai Rp 9 trilyun karena belum ada Rekening Dana Nasabah (RDN). RDN ini mirip tabungan. Dulu saat orang mau beli saham, nasabah akan melakukan top-up (setor) ke rekening perusahaan broker. Masalahnya, duit nasabah masih jadi satu dengan rekening broker. Akibatnya, kalau nasabah setor dan duitnya dibawa kabur sama broker, nggak ada yang jamin. Makanya sekarang ada RDN, ini akan memisahkan rekening broker dan rekening nasabah.
Belum lagi bila perusahaan di-delisting misalnya karena bangkrut. Yang harus pertama kali dibayar adalah pemerintah, misalnya pajak. Sedangkan pemegang saham akan dibayar TERAKHIR. Bisa dikatakan, saat perusahaan di-delisting dari bursa efek, pemegang saham nggak bakalan dapet apa-apa.
Enaknya membeli saham dari perusahaan yang akan go public adalah kita tidak dikenakan biaya transaksi, karena fee penjualan sudah ditanggung oleh Penjamin Emisi. Tidak semua perusahaan yang IPO sahamnya akan laku. Misalnya karena kinerja perusahaan tidak sebagus yang diperkirakan, sehingga publik akan menganggap harga IPO terlalu mahal. Terus jarang yang beli deh.
Katakan saya ingin menggunakan fitur margin ini, dengan membeli sebuah saham dengan nilai transaksi Rp 10 juta. Berapa nilai maksimal hutangan atau margin ini perhitungannya berbeda-beda untuk masing-masing broker. Bisa jadi bisa jadi (udah kayak eat bulaga aja), nilainya 80% dari total saham yang dimiliki. Perlu diingat bahwa fitur margin ini juga memiliki bunga! Jadi kalau Anda sehari dua hari nggak bayar mungkin broker nggak peduli, tapi T+3 kalau saya belum setor-setor juga, pihak broker akan mulai meneror via telepon, mirip-mirip debt collector.
Lalu, gimana kalau ternyata setelah berhari-hari saya juga tak kunjung membayar margin? Pihak broker akan "menjual paksa" atawa Force Sell saham-saham yang saya miliki. Kalau ternyata masih kurang juga, ya urusannya jadi perdata alias siap-siap nyanyiin "Tembok Derita"-nya Asmin Cayder ajah. Jadi, menggunakan fitur margin sangat-sangat tidak direkomendasikan.
Lanjutkan ke Pengalaman Sekolah Pasar Modal Bagian 3
Disclaimer : saya hanya pemula, dan tulisan ini memang dikhususkan untuk belajar saja. Sekadar perkenalan buat pembaca yang ingin mulai berinvestasi di pasar modal. Mohon maaf bila terjadi kesalahan penulisan, dan mohon koreksi dari pembaca sekalian.
Di tulisan sebelumnya kita sudah belajar sedikit tentang dunia pasar modal dan saham. Berkaitan dengan IHSG, ada pula Indeks lain seperti sektoral, LQ45, Jakarta Islamic Index, Indeks Kompas 100, Indeks BISNIS-27, dan lain-lain. Sebenarnya indeks-indeks ini adalah indeks juga, tapi sahamnya merupakan saham pilihan, sesuai namanya, misal Kompas 100 adalah saham-saham pilihan dari Kompas. Indeks BISNIS-27 merupakan saham pilihan harian Bisnis Indonesia, terdiri dari 27 saham yang dipilih berdasarkan likuiditas dan kapitalisasi pasar.
Belajar saham selain di sekolah pasar modal IDX
Banyak sekali informasi yang bisa didapat soal perkembangan saham, seperti internet, media cetak ataupun elektronik. Berinvestasi di sektor saham merupakan potensi yang besar karena saat ini hanya 1 juta orang yang berinvestasi di Pasar modal Indonesia (termasuk Reksadana, ORI, dan Unit Link). Hanya sekitar 2,5 % saja dana kelolaan reksadana dibandingkan PDB. Coba bandingkan dengan 34,6% dana kelolaan Deposito. Kita boleh bangga juga karena Indonesia memiliki kelompok penduduk kelas menengah terbesar di Asia Tenggara.Berinvestasi di pasar modal bukannya tak berbahaya. Sekitar 4 tahun lalu, dana nasabah raib senilai Rp 9 trilyun karena belum ada Rekening Dana Nasabah (RDN). RDN ini mirip tabungan. Dulu saat orang mau beli saham, nasabah akan melakukan top-up (setor) ke rekening perusahaan broker. Masalahnya, duit nasabah masih jadi satu dengan rekening broker. Akibatnya, kalau nasabah setor dan duitnya dibawa kabur sama broker, nggak ada yang jamin. Makanya sekarang ada RDN, ini akan memisahkan rekening broker dan rekening nasabah.
Belum lagi bila perusahaan di-delisting misalnya karena bangkrut. Yang harus pertama kali dibayar adalah pemerintah, misalnya pajak. Sedangkan pemegang saham akan dibayar TERAKHIR. Bisa dikatakan, saat perusahaan di-delisting dari bursa efek, pemegang saham nggak bakalan dapet apa-apa.
Prinsip-prinsip dasar berinvestasi di Pasar Modal
- Gunakan dana lebih (excess fund)
- Dapatkan informasi mengenai produk investasi sebelum mengambil keputusan.
- Don't put your egges in one basket. Diversifikasi produk investasi.
- Disiplin, baik saat TP (taking profit) ataupun cut loss (jual rugi).
- Kenali perusahaan sekuritas di mana Anda berinvestasi.
Bagaimana caranya membeli saham?
Pada dasarnya ada 3 cara :- Via Pasar Perdana
Membeli saham pada saat sebuah perusahaan go public atau penawaran umum (IPO). - Pasar Sekunder
Membeli saham yang telah tercatat di bursa, artinya yang sudah diperdagangkan oleh sesama pemegang saham. - Reksadana
Membeli saham melalui pembelian unit penyertaan Reksa Dana.
Enaknya membeli saham dari perusahaan yang akan go public adalah kita tidak dikenakan biaya transaksi, karena fee penjualan sudah ditanggung oleh Penjamin Emisi. Tidak semua perusahaan yang IPO sahamnya akan laku. Misalnya karena kinerja perusahaan tidak sebagus yang diperkirakan, sehingga publik akan menganggap harga IPO terlalu mahal. Terus jarang yang beli deh.
Membuka Rekening Efek
Prinsipnya sama saja dengan membuka rekening/tabungan biasa di bank. Kita harus memilih perusahaan broker atau sekuritas dulu. Pilihlah perusahaan yang sudah bonafid, misalnya karena pertimbangan berikut.- BUMN
- Memiliki fasilitas transaksi via internet/telpon/aplikasi mobile.
- Memiliki rekomendasi saham harian yang terpercaya.
- Fee atas penjualan dan pembelian yang kompetitif. Untuk setiap transaksi beli atau jual saham, biasanya broker mengenakan biaya yang kisarannya 0.2%. Untuk transaksi jual, sering kali selisihnya lebih mahal 0.1% daripada transaksi beli, ini dikarenakan terdapat Pajak Transaksi yang nilainya 0.1% dari nilai transaksi.
- Kapitalisasi. Terlihat dari seberapa besar nilai transaksi yang pernah terjadi di broker tersebut, atau jumlah nasabahnya.
- Minimum deposit awal yang tak terlalu tinggi. Kemarin saat Sekolah Pasar Modal, ada broker yang juga jadi sponsor. Normalnya, deposit awal minimal Rp 5juta, namun saat SPM bisa membuka rekening efek dengan minimum deposit Rp 200ribu sahaja.
Mengenai Margin (Margin Call dan Force Sell)
Contoh kasus begini : Anda memiliki saham-saham oke yang nilainya Rp 100juta. Ada sebuah saham yang ingin Anda beli, namun cash on hand (jumlah uang yang tersedia di RDN) ternyata Rp 0. Bagaimana membeli saham tanpa uang? Kita pakai cara orang Amerika : hutang. Dari mana memperoleh hutang untuk membeli saham? Dari broker. Inilah yang disebut dengan margin. Secara sederhana, margin adalah dana talangan dari broker untuk investor. Hanya broker tertentu yang memiliki fitur ini karena tak semua broker memperoleh izin.Katakan saya ingin menggunakan fitur margin ini, dengan membeli sebuah saham dengan nilai transaksi Rp 10 juta. Berapa nilai maksimal hutangan atau margin ini perhitungannya berbeda-beda untuk masing-masing broker. Bisa jadi bisa jadi (udah kayak eat bulaga aja), nilainya 80% dari total saham yang dimiliki. Perlu diingat bahwa fitur margin ini juga memiliki bunga! Jadi kalau Anda sehari dua hari nggak bayar mungkin broker nggak peduli, tapi T+3 kalau saya belum setor-setor juga, pihak broker akan mulai meneror via telepon, mirip-mirip debt collector.
Lalu, gimana kalau ternyata setelah berhari-hari saya juga tak kunjung membayar margin? Pihak broker akan "menjual paksa" atawa Force Sell saham-saham yang saya miliki. Kalau ternyata masih kurang juga, ya urusannya jadi perdata alias siap-siap nyanyiin "Tembok Derita"-nya Asmin Cayder ajah. Jadi, menggunakan fitur margin sangat-sangat tidak direkomendasikan.
Tulisan Selanjutnya...
Di tulisan selanjutnya kita akan belajar sedikit soal analisis fundamental, teknikal, dan praktek langsung transaksi jual beli saham via aplikasi online Direct Trading dari Bahana Securities (broker tempat saya menjadi nasabah).Lanjutkan ke Pengalaman Sekolah Pasar Modal Bagian 3