Enaknya Jadi Bos

Yang namanya bos, juragan, mandor pabrik, pasti punya bawahan yang bisa dipercaya. Jadi boleh dibilang, menjadi boss adalah pekerjaan paling gampang sedunia akhirat. Lapar? Minta masakin. Pergi-pergi? Panggil supir. Ngatur duit? Sewa akuntan. Bermasalah di pengadilan? Tenang, ada pengacara. Semua urusan yang remeh-remeh, semua sudah ada yang menangani.

boss with laptop

Delegasi

Kemampuan seorang bos yang penting adalah mampu mendelegasikan semua task pada orang yang tepat. Bos tidak perlu tahu cara membuat laporan keuangan yang mantap. Ia hanya tahu kalau akuntan-akuntannya adalah orang terbaik di bidangnya. Bos juga tidak perlu paham betul setiap detail pekerjaan pegawai. Pegawai hanya tahu semua pekerjaan yang diserahkan padanya harus selesai tepat waktu, terima gaji di akhir bulan, dan selebihnya adalah bukan urusan pegawai. Itu enaknya jadi Bos.

Tidak enaknya jadi bos

Selain enaknya, ada juga tidak enaknya jadi bos. Mungkin lebih banyak tidak enaknya. Ingat bahwa besarnya salary menunjukkan besarnya tanggung jawab dan beban kerja. Besarnya salary bukan ditunjukkan dari working hours atau siapa yang lebih berkeringat. Salah ambil keputusan penting adalah hal yang harus ditanggung bos. Amat sangat tidak adil bila pegawai rendahan pula yang harus menanggung semua resiko akibat pekerjaan dengan gaji tak seberapa. Juru gali pipa air misalnya, hanya bertanggung jawab terhadap beban setara nilai gajinya, yang tak sampai satu setengah kali UMR.

Apa akibatnya kalau si juru pipa air salah gali lubang, misalnya tak sengaja paculnya mengenai salah satu jaringan fiber optic nasional, yang berujung pada kerugian bermilyar-milyar? Tentu ini bukan kerugian yang harus dibayar si juru gali pipa. Gajinya menunjukkan ruang lingkup tanggung jawab yang tak sampai bermilyar-milyar. Mandor pabriknya atau managernya lah yang harus bertanggung jawab, paling maksimal masuk penjara.

Jika sebuah project telat dari jadwal atau estimasi yang semula direncanakan, maka yang bertanggung jawab juga bukan pegawai rendahan. Kesalahan sepenuhnya dilimpahkan pada tukang suruh-suruh, entah itu manager, mandor atau bos. Jika memang harus lembur, maka yang seharusnya lembur sebenarnya adalah manager, bukan bawahan. Itu adalah hukuman dari ketidakberesan manajemen dalam mendelegasikan setiap detail pekerjaan. Jika Anda berpikir bahwa menjadi boss atau tukang suruh-suruh itu mudah, silakan berpikir ulang.

Ini belum termasuk soal kesejahteraan pegawai, dan beberapa hal di luar pekerjaan. Misalnya saja pegawai tiba-tiba sakit, mengalami kecelakaan, atau mendadak harus cuti karena keluarganya ada yang meninggal. Atau mungkin terdapat hal-hal di luar perkiraan seperti cuaca yang tak bersahabat, musibah, dan bencana alam. Semua itu menjadi tanggungan bos, bukan menjadi beban dari pegawai yang bersangkutan saja. Jadi pekerjaan bos lebih ke "mikir yang berat-berat" dibandingin "melakukan hal-hal yang sulit".

A programmer living in Indonesia. More

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih