Benarkah Pembeli Adalah Raja?

Dalam salah satu episode di serial bagus "Around The World in 80 Trades", Conor Woodman terlihat bodoh di ganasnya pasar unta Sudan. Buat yang belum pernah nonton, sekilas tentang serial ini: Conor adalah seorang market analyst dengan pengalaman hidup nyaman di London. Ia menjual tempat tinggalnya, dan dengan bekal senilai £25000 ia mulai berkelana ke 4 benua untuk melakukan perdagangan yang sebenarnya. Bertemu pedagang sesungguhnya, dan melakukan transaksi demi transaksi, membeli sesuatu dan menjualnya di tempat lain dengan tambahan profit.


Pasar unta sebenarnya terbilang menguntungkan. Rencananya adalah membawa 6-10 ekor unta ke Egypt (Mesir) dari Sudan dengan truk. Dengan capital senilai £2500, ia mengharapkan profit sebesar 100%. Malang tak dapat ditolak, saat ia mencoba bernegosiasi dengan market owner (semacam bandar kongsi) di Sudan, ia tidak mendapat simpati karena menawar terlalu rendah. Walhasil, semua pedagang sudah terintimidasi untuk tidak bertransaksi dengannya. Andai saja ia mencoba untuk melunak, mungkin ia tidak akan mendapat perlakuan demikian.


Seringkali, kita mendapatkan pembeli yang kurang memahami arti "Pembeli adalah Raja". Mungkin mereka pikir ketika menjadi raja, maka mereka bebas melakukan apa saja, termasuk mengabaikan manner dan etika bisnis. Sebagai seorang penjual, kita sebaiknya hati-hati dengan tipikal pembeli seperti demikian, karena di samping akan merusak pasar (baik harga maupun kompetisi antar pedagang dengan komiditi sejenis), berdampak pula pada kehilangan kepercayaan pelanggan lain (mempengaruhi sales).

Contoh-contoh perilaku pembeli (atau calon pembeli) yang patut diwaspadai antara lain sebagai berikut :

Menawar dengan harga yang tidak masuk akal.

Pembeli model ini biasanya adalah pembeli yang tidak serius menawar atau menginginkan barang. "Kalau dikasih ya syukur, tapi kalau enggak ya sudah.." mungkin begitu pikir mereka. Atau boleh jadi mereka memang punya budget yang sedemikian terbatas, sehingga angkanya bisa hanya 20% dari harga awal, yang bahkan tidak bisa membuat penjual balik modal.

Merendahkan kualitas produk dagangan, lebih parah di depan (calon) pembeli yang lain.

Pembeli model ini akan berusaha membuat produk terlihat berkualitas remeh, dengan harapan penjual akan menurunkan harga. Biasanya pembeli model ini akan mirip seperti pembeli model sebelumnya : menawar dengan harga yang tidak masuk akal. Hati-hati bila pasar ramai, kredibilitas Anda dipertaruhkan di sini, karena sekali "tebakan" mereka benar tentang kualitas produk Anda yang sebenarnya, pembeli lain akan sekonyong-konyong ikut menjauh. Contoh kalimat yang terlontar kira-kira "Ih, di toko B sana bahannya sama kok, harga setengah dari punya situ!" Nah loh..

Lihat-lihat, nggak punya duit, tapi banyak tanya, terus ujung2nya nggak jadi beli.

Gelagatnya bisa kita tangkap sejak awal. Jadi kalau pertanyaannya sudah terlampau banyak untuk ukuran barang yang sudah jelas-jelas nggak perlu ditanya-tanya lagi, lebih baik sudahi percakapan dan beralih ke urusan lain yang lebih penting. Saya pernah makan di warung. Tak lama seorang pembeli bertanya macam-macam soal lauk-lauk dan sayur yang ada di meja. Yaelah, ribet amat mau makan di warteg. Terus ujung-ujungnya ngutang :))

Kelakuan penjual yang lain.

Terkadang barang kita dibuat "mati" alias nggak bisa dijual karena "ditahan" oleh pembeli yang sebenarnya spekulan. Boleh jadi dengan uang muka tertentu yang nominalnya kecil, atau diberi harapan palsu bahwa barang akan dibeli dalam jumlah besar. Di satu sisi kita terus mendapat order dari orang lain, tapi stock sudah terlanjur "dipesan", namun di sisi lain kita "digantung" dan tak kunjung dapat kepastian. Contoh lain yang nyata adalah saat salah satu media cetak terbesar di negeri ini oplahnya dibeli oleh lapak sejenis.

Meminta bonus atau barang gratisan yang nilainya tinggi

Di pasar buah misalnya, akan terlihat mana orang yang benar-benar ingin membeli buah, mana yang hanya mengharap icip-icip buah gratis. Harga sekilo nggak sampe ceban (Rp 10.000), tapi beli cuma seperempat kilo dengan sesi icip-icip habis 3 biji, itu pun pake acara nawar harga lagi. Model begini sebaiknya dihindari, karena untung tak seberapa, yang ada malah ngasih gratisan lebih besar.

A programmer living in Indonesia. More

4 komentar

"Kelakukan penjual yang lain"?

Sebisa mungkin pembeli tidak keterlaluan dalam menawar, kasihan yang jual untungnya sedikit. Kecuali kalau memang dikenal di sebuah daerah penjualnya menawarkan barang yang terlalu tinggi, misal 3-5 kali

Jadi, semestinya penjual dan pembeli harus sama-sama mengerti

Untuk barang-barang yang sudah ketahuan harganya (seperti makanan atau komoditi biasa), sebaiknya memang pembeli memilih untuk membeli di pasar yang sudah terpercaya. Namun untuk barang-barang yang nilainya susah ditentukan (seperti merchandise, buah tangan/oleh-oleh di Bali, dll), hati-hati karena boleh jadi harga yang ditawarkan terlalu tinggi. Di pasar model seperti ini, lebih baik mencari info terlebih dahulu atau tawar saja setengah harga, dan lihat efeknya.

Well, seperti tagline blog ini : "Berdagang demi sebanyak mungkin senyum" :)

Pembeli adalah raja, jd bagaimanapun dia menawarkan harga dgn serendah-rendahny atopun setinggi2ny, menghina, meremehkan barang dagangan, itu sdah mnjdi resiko bgi penjual. Yg perlu ditanamkan bgi penjual dalam berdagang yakni berikanlah pelayanan prima/service exelent kpd pembeli/customer, apapun tipe pembeliny tetaplah slalu tersenyum,karna bgaimanapun jga customer adlah aset bwt perusahaan.

[…] bisa pakai caranya si Connor Woodman ketika menawar. Ia pasti bilang, “Bagaimana kalau setelah transaksi ini berhasil, aku akan […]

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih