Modus Penipuan Berujung Blokir Rekening BCA

Ini adalah peristiwa yang dialami istri saya sebagai penjual atau seller. Semuanya berawal dari beberapa transaksi yang mencurigakan sekitar bulan Januari 2019 lalu. Beberapa order dilakukan oleh orang yang sama, kita sebut saja Mawar Beracun. Bu Mawar melakukan 3 kali transaksi dengan alamat tujuan yang sama. Sebut saja nominalnya masing-masing adalah 100rb, 200rb, dan 300rb rupiah.

Walaupun curiga, namun kami masih tetap berprasangka baik karena toh bisa saja status Bu Mawar adalah seorang dropshipper. Transaksi dilakukan tanpa melalui marketplace, di sinilah mungkin celah penipuannya. Semua dilakukan manual: Bu Mawar mengirim bukti pembayaran, istri memeriksa rekening, dan barang pun dikirim. Keanehan selanjutnya, dari 3 bukti pembayaran yang dikirimkan Bu Mawar, semuanya berasal dari nama penyetor yang berbeda. Kita sebut saja Bu Melati, Pak Nanas, dan Bu Tulip. Di sini kami sebetulnya sudah ingin membatalkan order, namun karena kembali ke prasangka awal, maka dari itu barang tetap kami kirim. Ketiganya berkategori mainan anak.

Waktu berlalu. Sekira bulan Maret lalu, istri saya dihubungi oleh pihak BCA melalui telepon, tapi tidak diangkat. Lalu beberapa hari setelahnya datanglah “petugas BCA” yang belakangan kami tahu adalah pegawai outsourcing. Petugas mengatakan ada pelaporan dari nasabah, atas nama Bu Melati (salah satu orang yang mengirim uang ke rekening istri), bahwa istri saya melakukan penipuan dengan tidak mengirimkan barang yang dipesan oleh yang bersangkutan. Sementara kasus diproses, rekening BCA istri saya akan diblokir sampai ada keputusan tidak bersalah.

Sontak kami pun kaget. Ternyata setelah diselidiki, banyak modus serupa yg sudah terjadi. Dengan gambar di bawah ini sebagai ilustrasi.



Secara lengkap, ini kira-kira yang dilakukan oleh Bu Mawar.

  1. Membuat sebuah akun berjualan fiktif. Misalnya berjualan baju.
  2. Menunggu order, dan memastikan target seller. Dalam hal ini, akun seller milik istri saya (target pertama).
  3. Memastikan bahwa order ke istri saya nilai atau nominalnya sama dengan order ke Bu Melati (target kedua).
  4. Saat Bu Melati deal, deal dengan istri saya juga dilakukan. 
  5. Menungu Bu Melati mengirim bukti pembayaran.
  6. Sekadar meneruskan bukti pembayaran dari Bu Melati, kepada istri saya. Lalu mengatakan hal seperti “Iya Bu itu saya kirimnya dari rekening kakak/adik/teman/saudara saya”
  7. Menunggu resi pengiriman dari istri saya. Lalu menerima keuntungan berupa barang.
  8. Terakhir dan yg terpenting : menikmati pertunjukan adu domba yang direncanakannya dari belakang layar, sambil tersenyum gaya iblis.
Kami pun memenuhi panggilan pihak BCA, dan menjelaskan kronologisnya. Bukti percakapan, resi pengiriman, slip pembayaran, semua bukti yang kami punya, telah kami siapkan. Bahkan pihak BCA “mengakomodir” (mungkin lebih tepatnya “mempersiapkan arena alias ring untuk adu mulut”) percakapan istri saya dengan Bu Melati (yang merasa dirugikan) via telepon. Bu Melati bersikeras bahwa istri saya telah melakukan kesalahan. Dengan melihat bukti-bukti yang ada dan setelah menandatangani surat pernyataan bermaterai, akhirnya pihak BCA “memenangkan” kami dan kami diminta pulang ke rumah. Blokir terhadap rekening istri pada akhirnya dibuka oleh BCA.

Kami pun tidak tahu, berapa banyak orang yang telah menjadi korban. Namun untuk 2 transaksi yang lain (yang dilakukan Bu Mawar), hingga tulisan ini saya rilis, tidak ada pelaporan terkait.

Istri saya sempat menghubungi nomor Bu Mawar, yang kami duga adalah penipu alias sutradara dari konflik yg terjadi. Ia dengan tuntas melakoni semuanya, dan menipu semua orang, dengan keuntungan = barang yang dikirim dari istri saya. Nomor Bu Mawar tak lagi bisa dihubungi. Namun dengan mencari nomor Bu Mawar di internet, kami menemukan petunjuk bahwa nomor yang sama digunakan juga oleh akun Instagram berikut https://www.instagram.com/jualkebayapengantiwisudamodern

Pesan dan hikmah dari kejadian ini.

  1. Minimalisir order yang berasal dari luar marketplace. Selain karena lebih beresiko, juga tidak ada sistem review ke pembeli.
  2. Curigai order yang beralamat sama, namun pembayaran dilakukan oleh orang yang berbeda.
  3. Selalu crosscheck identitas pembeli. Jika order berasal dari Instagram yang notabene memang bukan diperuntukkan sebagai platform jual beli, kita harus lebih berhati-hati.
  4. Terakhir, selalu berdoa dan berikhtiar agar setiap rupiah yang kita dapat dari berjualan mendatangkan keberkahan.
Mungkin itu saja cerita dari kami. Semoga bermanfaat dan ke depannya tidak ada lagi korban penipuan serupa. Aamiin.

A programmer living in Indonesia. More

2 komentar

Kami Juga mengalami hal yg kurang kebjh sama. Account sudah terblokir dan lebih dari seminggu tidak bisa digunakan. Akibatnya karena tak sepakat, kami harus rela membayar kerugian yang diderita korban juga......

Pada awalnya sempat berpikir untuk menjadikan itu sebagai solusi cepat kami, namun melihat bahwa kepala cabang bank setempat sepertinya melihat kami tak bersalah, dengan bukti-bukti yang ada, akhirnya “drama” tersebut selesai dengan tanpa kami harus menanggung kerugian “korban”. Diberi tanda kutip karena kita juga tidak tahu apakah korban sebetulnya adalah bagian dari komplotan penipu juga atau tidak.

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih