Menilai Bisnis Yang Sustainable

Dalam dunia industri, ada bidang-bidang bisnis yang sustainable (penulis agak sulit mencari padanan kata yang tepat. Mungkin "keberlangsungan"?). Misalnya, soal pendidikan. Mungkin trennya akan berubah, tapi tidak drastis. Contoh lain, tambang batubara. Mungkin trennya berubah, tapi tidak terlalu cepat. Orang akan butuh tempat pendidikan formal, dan untuk batubara, orang masih mencari sumber energi yang murah meriah (walau dampak lingkungannya sukar dipertanggungjawabkan).

growing business graphic chart


Bisnis-bisnis yang sustainability-nya lama, akan menumbuhkan semangat para pelaku usaha, karena mereka bakal "lebih jarang banting setir". Industri telekomunikasi misalnya, susah mati karena orang masih butuh untuk berkomunikasi. Apalagi yang sudah menyangkut hajat hidup orang banyak seperti makanan, obat-obatan (termasuk rumah sakit dan dunia medis), atau pakaian. Seperti yang penulis ungkapkan di awal, mungkin trennya bisa berubah sedikit, tapi tak sedemikian drastis.

Apakah semua bisnis yang umurnya dinilai pendek, sudah pasti tidak dilirik orang? Belum tentu juga. Kita ambil contoh saja sesuai apa yang dialami penulis. Dulu, bisnis warnet maju pesat, sehingga banyak sekali yang terjun di sini. Warnet menjamur, namun bisnis seperti ini lambat laun akan mulai tergeser dengan "harga bandwith" yang makin murah. Apa yang terjadi? Internet semakin affordable alias terjangkau, dan warnet mulai sepi. Orang bisa berselancar dan main game dari rumah sahaja.

Apakah ini pertanda bahwa bisnis ini tak pantas dilirik? Tidak juga. Sebelum memulai, salah satu pertanyaan yang penting adalah kapan saya balik modal (bahasa kerennya break even point)? Katakanlah kita pesimis sekali, dan memperkirakan bisnis tersebut akan mati dalam 2 tahun. Bila profitnya dalam waktu kurang dari 2 tahun amat sangat mencukupi baik untuk living cost, gaji karyawan, dll, bahkan untungnya berlipat-lipat, bukan tidak mungkin ini harusnya jadi bisnis yang patut diperhitungkan.

Jadi untuk bisnis yang "umur"-nya singkat, alias hanya tren sesaat, boleh jadi bukannya tidak menguntungkan, tapi kita lihat dulu apakah kita bisa banting setir di saat yang tepat. Bisnis dengan sustainability yang lama memang lebih baik, tapi kalau Anda tipikal kutu loncat yang lebih senang berpindah-pindah lapak dan berjuang mencari tipikal usaha yang cocok saya rasa tidak masalah, asalkan kapan tahu waktu yang tepat untuk masuk dan keluar. Jangan takut dan percayalah pada intuisi Anda.

Terus kalau gagal bagaimana? Ya coba terus sampai berhasil!

A programmer living in Indonesia. More

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih