Menghadapi Persaingan Usaha

Tak jauh dari ruko Anda, ada ruko lain yang memiliki bisnis serupa. "Kompetitor!" pikir Anda. Takut menghadapi persaingan usaha, Anda pun jadi panik. Tidur tak tenang, makan tak sedap, tahu-tahu sudah kenyang, tanpa rasa. Banyak pertanyaan menerawang di pikiran. Apakah pesaing Anda punya produk yang lebih baik? Apakah pelanggan Anda akan beralih ke lapak sebelah? Apakah mereka punya harga yang lebih murah? Bagaimana jika omset saya menurun? Dan sejuta pertanyaan lain merasuki pikiran dan membuat kita tidak fokus berbisnis.
bangunan coffee shop

Your competitor validates your business

Kalau sekampung nggak ada yang buka warnet satupun, mungkin sebagian besar orang berpikir itu adalah peluang usaha. Tapi, bisa jadi justru ketiadaan warnet itu karena memang di situ tidak ada demand sama sekali. Jadi, kalau setiap 100 meter ada warnet, justru itu bukti bahwa memang bisnisnya sedang bagus. Ada demand, ada supply. Ada persaingan usaha, justru menjadi petunjuk bahwa sebetulnya ada pasar di situ.

We can not eat a whole pie

Menjadi pemonopoli harus jadi ide yang kita buang jauh-jauh sedari awal membuka usaha. Jangan buka bisnis yang sekadar supaya tetangga Anda nggak bisa makan. Kita tidak bisa memakan semuanya, sebagaimana orang lain juga tidak bisa memakan semua kuenya. Yang perlu dipastikan hanya apakah setiap orang mendapatkan bagian yang cukup.

Focus on what you are good at

Market bisa jenuh. Market bisa saja sepi mendadak. Pasar menjadi rusak. Ini bisa disebabkan karena kebodohan para pelaku usaha dengan bidang bisnis yang mirip. Ini bukan tentang lari dikejar beruang, di mana kalau pesaing Anda mati karena terlalu lambat, Anda bisa dengan santai berlari sendirian. Tapi ini tentang makan di restoran buffet, di mana setiap orang membayar dengan harga yang sama, dan jatah masing-masing orang selalu tersedia. Fokus pada kualitas produk yang lebih baik, atau pelayanan yang lebih ramah. Jika barang lapak sebelah lebih bagus, senyum Anda pada pembeli harus lebih lebar.

Stress kills

Memikirkan pesaing siang dan malam sangat menguras waktu, dan kesehatan Anda. Belum tentu juga mereka mikirin kita. "Hey, kalian tahu di ujung jalan sana ada mini market baru berdiri?" tanya seorang bos pada bawahannya. "Tapi Pak.." pegawai mencoba menengahi. "Saya tidak mau tahu! Pokoknya cari tahu berapa omsetnya per hari, berapa orang yang jadi pelanggan mereka, kalau perlu sewa detekfif swasta buat penyelidikan kita. Kenapa sih, usaha mereka lebih rame dari usaha kita?" si Bos makin meradang. "Tapi Pak, toko kita ini kan toko bangunan?" jawab pegawai memelas.

Ada kalanya kekhawatiran kita berlebihan. Sebetulnya kita tidak boleh takut menghadapi persaingan usaha.

Pikir 1000 kali jika ingin perang harga

Ada sebuah cerita tentang pedagang  jeruk yang berdagang bersebelahan. Sebut saja Hasan dan Husein. Suatu ketika seorang Ibu calon pembeli jeruk memilih-milih jeruk milik Hasan. "Sekilo berapaan, Bang?" tanya Ibu. "Sekilo 1000 rupiah Bu, manis-manis loh Bu.." jawab Hasan meyakinkan. Melihat hal itu Husein jadi kesal. "Bu kalau Ibu beli sama saya, nanti saya kasih gratis 1 buah jeruk ekstra," tantang Husein. Hasan pun berang. "Oh saya turunin harga deh Bu, jadi 900 sekilo, dapet tambahan ekstra 1 jeruk," Hasan tak mau kalah.

Akhirnya, mereka pun separuh beradu mulut sehingga harga per kilo di Hasan jadi 200 rupiah dengan bonus 3 jeruk, dan harga Husein 300 rupiah dengan bonus 4 jeruk. "Sudah sudah.. Kalau begitu saya beli dari abang ini sekilo, dan dari abang yang ini satu kilo juga," sang Ibu menghentikan perdebatan di pasar itu. Setelah si Ibu pergi, Hasan dan Husein pun masih ngotot menentukan siapa yang lebih untung dan siapa yang bodoh tak pandai menjual.

Hampir berkelahi, datang seorang Bapak yang melerai mereka berdua. Setelah mendengar cerita utuhnya, "Hmm.. Sebetulnya modal kalian per kilogram jeruk berapa?" tanya si Bapak. "Delapan ratus!" jawab Hasan dan Husein hampir serentak. "Jadi, kalau masing-masing kalian menjual 200 rupiah per kilo dengan bonus 3 jeruk dan satu lagi menjual 300 rupiah dengan bonus 4 jeruk, siapa yang sebetulnya bodoh dan tak pandai menjual?"