Melirik Bisnis Nike Fuel Band di Indonesia

Mungkin pembaca sudah banyak yang mengetahui tentang Nike Fuel Band, bracelet multifungsi dari Nike yang dirilis di awal tahun 2012 silam. Produk ini segera mendapat perhatian pecinta olahraga dan aktivitas ekstrim karena beragam fungsi yang mantap. Pada dasarnya "gelang" ini hanyalah jam, accelerometers (3 buah), dan sebuah inovasi keren. Dengan algoritma tertentu, Nike Fuel Band dapat mendeteksi gerakan pemakainya (melompat, berlari, berenang (yup, waterproof), dsb). Harganya saat ini di Nike Store adalah USD 149.

Distributor Resmi Nike di Indonesia

Untuk Indonesia, distributor resmi untuk ritel Nike salah satunya dipegang oleh PT Berca Sportindo yang berada di bawah naungan grup BRG (PT Central Cipta Murdaya). Sayangnya, perusahaan ini tidak menjual produk Nike Fuel Band di Indonesia. Untuk di Singapore, produk ini dijual 4 bulan sejak Nike Fuel Band diluncurkan pertama kali di US. Sebenarnya selain PT Berca Sportindo, ada lagi distributor resmi Nike untuk Indonesia, yaitu PT Mitra Adi Perkasa (MAP), namun perusahaan ini kalah jauh (untuk produk Nike) dari segi keragaman produk dan kuantitas sales.

Tentang Grup Murdaya

Grup Murdaya ini memang memiliki imperium yang dahsyat, namun apa daya kita tidak bisa menikmati Nike Fuel Band di Indonesia. Solusi sementara adalah membeli dari US atau Singapore (yang lebih dekat). Hartati Murdaya, pemilik dari PT Berca Sportindo (penulis rancu tentang nama perusahaannya, nama lain yang sering muncul adalah PT Berca Indosports) memang piawai dalam berbisnis. Ia mendirikan Berca sejak 1988, dan langsung menggandeng Nike. Bisnisnya melebar mulai dari alat listrik, sampai kelapa sawit.

Namun naas, bisnis kelapa sawit membuat ia harus berurusan dengan meja hijau. Ia menjadi terdakwa dalam dugaan suap Bupati Buol di Sulawesi Tengah, senilai Rp 3 milyar untuk izin usaha perkebunan (padahal kita tahu di negeri ini susah sekali mengurus izin bila tak ada pelicin). Semoga saja kasusnya segera selesai, dan PT Berca Sportindo kembali menjadi garda terdepan dalam mendatangkan produk-produk Nike yang berkualitas dan cepat diserap pasar.

Pentingnya Dukungan Orang Sekitar

Sering kali kita mengalami penurunan semangat, hanya karena selentingan atawa komentar yang bernada negatif. Berapa kali kita menerima celetukan seperti berikut:
Ah, mana mungkin kamu bisa, kan kamu tidak punya bakat dagang?
Kalau mau bisnis dan berhasil, harus punya modal yang besar!
Saya ragu bisnis seperti itu akan sukses...
Banyak loh yang sudah gagal sebelumnya
skydiving

Dan sejuta macam komentar bernada sindiran lainnya. Inilah pentingnya memiliki keluarga, teman, atau lingkungan yang selalu mendukung. Salah satu caranya adalah dengan bergabung dalam komunitas dengan hobi sejenis. Bila kita cenderung bergaul dengan orang-orang yang selalu berpikiran buruk, plus tidak ada semangat hidup, otomatis auranya akan turut serta. Potensi kita yang sebenarnya besar, tertimbun oleh pesimisme orang-orang yang bahkan sering tidak mengenal kita.

Yang kita perlukan adalah seseorang yang mendorong kita dari belakang. Yang tidak menertawakan kita saat kita jatuh. Yang senantiasa memotivasi, dan melihat segala hal dengan kacamata yang jernih. Orang tersebut boleh jadi orang tua, bahkan tetangga kita yang punya angkot 6, usaha jual beli furnitur, atau yang berangkat haji berkali-kali dari bisnis sapi perah.

Yang tidak patut kita jadikan teladan dan teman baik adalah orang-orang yang malas, dan berusaha "mencari kawan" untuk menemani kemalasan mereka. Mereka-mereka ini senang bila ada makin banyak orang seperti mereka: gagal, tak mau mencoba, enggan bekerja keras. Berteman dengan pandai besi terciprat bara, namun bergaul dengan pedagang minyak wangi juga ikut-ikutan harum.

Bangkit Dari Rasa Sakit Hati Karena Penipuan (Dagang)

Mungkin dalam dunia usaha, kita sering berkenalan, komunikasi, atau dikenalkan teman, dengan seorang yang cukup meyakinkan. Meyakinkan dalam arti ia memiliki skill verbal yang mantap, sehingga ketika berbicara sangat persuasif. Insan bisnis yang baru kita saja kita kenal ini, membuat kita tertarik untuk melakukan kerjasama dengannya.


bangkit dari penipuan bisnis


Waktu berlalu, namun tidak ada tanda-tanda kehidupan dari "bisnis" yang kata "rekanan" kita itu menguntungkan. Kita coba kirim SMS ke sang "rekanan". Tidak dibalas. Kita coba telpon, ternyata tidak tersambung. Hati kita mulai cemas. Uang yang kita "investasikan" untuk "bisnis" dari sang "rekanan" cukup besar dan lumayan jumlahnya. Namun kita masih optimis, kita tunggu sehari dua hari.

Masih juga tak ada kabar. Kita coba langsung menuju alamat yang pernah ia beri, yang tertunjuk di kartu nama yang kita duga hanya menghabiskan 25ribu rupiah untuk 100 lembar kartu nama. Setelah sampai di alamat dimaksud, kita menganga. Kosong. Alamat tersebut palsu. Langsung saja kita terdiam lama, dan hampir menyanyikan lagunya Ayu Ting Ting.

Kita ditipu mentah-mentah. Ludes sudah uang hasil keringat selama ini.

***

Pernahkah Anda mengalami kejadian yang kurang lebih sama? Bagaimana menyikapi penipuan? Sebelum melanjutkan, ada baiknya kita cermati dulu soal konsep rizki dari Allah SWT. Rejeki kita itu tidak selamanya berbentuk uang atau materi. Kesehatan, keluarga, dan ketenangan hidup, adalah rejeki pula. Bahkan kemampuan kita untuk menghirup segarnya udara pagi hari, sambil mendengarkan adzan shubuh atau kokok ayam, perlu kita syukuri.

Kita juga perlu mahfum bahwa rejeki kita itu sudah dijamin sama Allah. Kita tidak perlu terlalu bernafsu karena semua sudah ada jatahnya. Boleh jadi, uang yang hilang memang bukan rejeki kita. Sabar, dan banyak-banyak beristighfar. Insya Allah akan ada "kembaliannya" dalam bentuk yang jauh lebih baik. Aamiin.

Menyikapi rizki yang hilang sebagai "uang kursus"

Saya selalu merasa bahwa quote atau kata-kata mutiara dari Full Metal Alchemist berikut ada benarnya
Humankind cannot gain anything without first giving something in return. To obtain, something of equal value must be lost. That is alchemy's first law of Equivalent Exchange. In those days, we really believed that to be the world's one, and only truth
Artinya, untuk mendapatkan sesuatu, kita perlu mengorbankan sesuatu yang nilainya setara. Saat Anda kehilangan Rp 1 juta, anggap saja itu "Uang Kursus" demi mendapatkan pengalaman bisnis. Saat kehilangna Rp 10 juta, Rp 20 juta, Rp 100 juta, anggap saja itu sebagai HARGA YANG HARUS DIBAYAR untuk mendapatkan pengalaman yang nilainya sama.

Percayalah, uang tersebut tidak ada artinya bila dibandingkan dengan pertambahan rasa bijak Anda pada hidup. Uang Anda bukannya hilang, tapi hanya sekadar berubah wujud menjadi hal lain yang bukan materi. Tidak ada gunanya meratapi hal yang sudah terjadi, bahkan Anda harus jadikan itu sebagai obat untuk melanjutkan peraihan ilmu dari alam semesta ini.

Semoga Anda dapat segera bangkit dari keterpurukan, tidak banyak menangis, dan tetap semangat!

Menyikapi Suap Dalam Dunia Bisnis

Sebagai seorang mantan (atau calon, karena sebentar lagi saya akan berhenti dari status pegawai) pengusaha, saya ingin berbagi sedikit cerita tatkala saya memulai bisnis kira-kira 3 tahun yang lalu. Cerita tentang ketidakberesan sebuah sistem birokrasi negeri ini, yang semoga dapat dengan cepat segera kita selesaikan bersama-sama.

suap

Ceritanya untuk mendapatkan akses internet, hanya ada satu penyedia jasa internet di kampung saya. ISP (Internet Service Provider) tersebut adalah bagian dari sebuah perusahaan plat merah. Perusahaan lainnya tidak ada yang berani bersanding, mungkin karena kondisi pasar yang kurang menguntungkan (maklum kondisi geografis adalah kendala besar). Saya mulai untuk bernegosiasi dengan "kepala naga", yaitu orang yang menjadi manager di region saya.

Negosiasi sungguh alot, sejak saya mulai menapaki jalur "konvensional", alias via telpon, datang ke customer service, mengisi formulir, dlsb. Pada akhirnya, setelah kurang lebih menunggu selama 3 bulan (bayangkan 3 bulan hanya untuk mengurusi internet), saya masih ingat pembicaraan saya dengan manager tersebut, kira-kira seperti berikut.

"Pak Prabowo, saya paham kondisi Bapak, tapi saya tidak bisa melakukan apa-apa. Silakan Pak Prabowo kontak nomor ini (-sambil menulis kombinasi nomor handphone CDMA di secarik kertas), dengan Pak X. Beliau bisa bantu Bapak, tapi Bapak harus mengerti ya Pak..."

Sejenak saya berpikir. Kalau diingat-ingat, itu adalah pengalaman pertama saya melakukan praktek yang agak "kotor" dalam dunia usaha. Dengan kata lain, Pak Manager menyuruh saya memberikan sedikit uang lelah pada Pak X untuk mengurusi jaringan internet ke rumah. Setelah saya hubungi, Pak X datang ke rumah, sedikit melakukan setting sana-sini, dan singkat cerita, saya masih ingat, pada akhirnya saya berikan 300 ribu rupiah di dalam amplop untuk Pak X. Semua itu tak sampai 3 hari.

Ada adegan lucu ketika itu. "Nanti setelah prosesnya selesai, Bapak silakan datang lagi ke kantor kami untuk mengurusi dokumen ini dan itu (saya sungguh tidak paham kala itu, tapi saya mengiyakan saja), " Pak X menjelaskan. Mungkin karena Pak X tidak mengetahui jumlah yang saya masukkan dalam amplop (sebelumnya dia *hanya* minta 150 ribu rupiah, dan saya memberikan 2 kali lipatnya), dia agak ketus. Tapi tak lama setelah dia pulang (dan mungkin melihat isi amplop), telpon saya berbunyi.

"Pak Prabowo, besok bapak tidak usah datang ke kantor kami, biar saya uruskan semuanya, mulai dari dokumen ini dan itu, dan anu juga.." Pak X berbicara, yang saya duga sambil tersenyum sumringah. :D
***

Suap dalam dunia bisnis memang sudah seperti borok yang terlanjur besar dan jadi tumor ganas. Menurut pengetahuan saya yang dangkal, praktek suap atau apapun sebutan lainnya (uang pelicin, timbal balik, duit rokok, sogok, dll) dalam dunia bisnis sudah tidak bisa kita hindari. Dalam Islam pun hukum suap menyuap ini sudah jelas keharamannya (semoga Allah Mengampuni saya). Namun ada hal yang menyebabkan suap menjadi halal (diperbolehkan), seperti karena terpaksa, misalnya seseorang tidak akan mendapatkan haknya bila tidak ada uang tambahan dari yang sudah ditetapkan. Semoga contoh kisah saya termasuk ke dalam suap yang halal. Wallahu a'lam.

Apakah Anda punya kisah serupa?

Modal Bisnis Yang Sebenarnya

Dalam sebuah mata kuliah kewirausahaan di sebuah Universitas ternama di Yogyakarta, seorang dosen bertanya pada semua mahasiswanya, sebuah pertanyaan klasik sebenarnya.
Mengapa orang tidak terjun ke bisnis?
"Karena tidak ada modal, Pak!" salah seorang mahasiswa menjawab. Sang dosen pun mengeluarkan dompetnya, mengambil beberapa lembar uang pecahan 100 ribu rupiah, dan menantang balik sang mahasiswa. "Oke, ini ada 2 juta rupiah. Kalau kamu butuh lebih banyak dari ini, akan saya sediakan. Butuh berapa, 5 juta, 10 juta, 20 juta, 100 juta? Akan saya sediakan"

ilustrasi uang di dalam koper


Mahasiswa tersebut terdiam dan kebingungan. "Kalian bisa lihat, sebenarnya kapital, uang, bukanlah modal utama untuk memulai sebuah bisnis. Modal bisnis yang sebenarnya ada pada hati setiap insan entrepreneur. Modal bisnis yang sebenarnya adalah attitude". Kebanyakan kita juga sering salah kaprah tentang ini. Dikiranya uang adalah segalanya.

Justru pertanyaan yang harus dijawab sebelum memulai usaha, apapun jenisnya, adalah kemampuan kita untuk bersikap layaknya seorang pengusaha. Mandiri, percaya diri, pandai mengambil resiko, jujur dan amanah. Pantang menyerah, disiplin, tetap rendah hati, ulet, tidak mudah puas, menghargai orang lain. Keahlian-keahlian lain seperti pandai berkomunikasi, skill verbal yang dominan, dan lain-lain, lama kelamaan akan terbentuk dengan sendirinya.


Yang perlu dipupuk pertama kali bukanlah target-target yang nilainya mutlak seperti harus menghasilkan profit sekian juta, harus bisa menjual sekian banyak produk, bukan. Walaupun target-target seperti demikian dapat membantu kita menyemangati diri sendiri, target-target seperti itu bukanlah hal utama. Justru sikap positif lah yang harus pertama kali tercipta.


Apakah Anda siap dengan ketidakpastian dunia usaha? Siap dengan perubahan? Siap bermigrasi dan banting setir bila keadaan cenderung memburuk? Tahan terhadap tekanan keluarga dan lingkungan yang mencibir profesi? Seberapa tangguh Anda didera kegagalan? Do you will do what ever it takes to be a successful entrepreneur? 

Resurrection

Demi Allah saja segala hidup dan mati kita, mulai bangun tidur hingga tidur lagi, sejak timur sampai barat, dari pangkal ke ujung. Allah Tuhan kita yang tanpa ada duanya, apalagi tiga. Allah yang mampu Membolak-balikan hati, membuat kita insan yang nampak lemah, dan memang lemah. Segala puji hanya bagi-Nya, Mengetahui apa yang kasat mata maupun yang berada di baliknya.

phoenix - resurrection


Sudah lama sekali tidak ada pembaruan berarti di website ini. Tulisan terakhir sudah hampir 2 tahun yang lalu. Sesuai dengan tema dari situs ini, saya pun berpindah-pindah banyak kali. Pindah hati, pindah pekerjaan, pindah lokasi hidup, tapi insya Allah tidak pindah agama. Apa yang terjadi selama itu?

Dunia bisnis yang saya geluti tidak berjalan, karena saya menjadi seorang karyawan. Bekerja untuk orang lain. Diatur. Diberi jadwal hidup. Dengan adanya tulisan ini, saya meresmikan diri untuk kembali berjualan, berdagang, dan membuka lembaran baru kehidupan, di kampung halaman.

Alasan utama adalah untuk menemani kedua orang tua saya sudah pensiun. Dalam sebuah hadits

رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الكِبَرِ، أَحَدُ هُمَا أَوكِلَيْهِمَا، فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

"Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga" [Hadits Riwayat Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346]

Pertanyaan orang yang paling umum : "Sudah enak di Jakarta, gaji lebih dari cukup, apalagi untuk ukuran orang yang belum menikah dan punya tanggungan. Setelah pulang, mau kerja apa? Mau ngapain?"

Pertanyaan ini sama halnya dengan pertanyaan : "mengapa memilih bisnis?" Akan saya jawab sesuai dengan kondisi saya saja

Keinginan dan passion

Saya sudah terbiasa dengan bisnis sejak awal kuliah. Pernah sekali ditipu. Pernah pula berhasil sampai berkongsi dagang dengan orang yang mumpuni dalam hal bisnis dan untung besar. Jadi kalau semangat Anda sama menggebunya seperti saya, cobalah berhenti dari  pekerjaan lama Anda, dan mulai berbisnis kecil-kecilan.

Kebebasan waktu

Terkait dengan alasan utama, saya tidak terlalu terikat dengan jam kerja, dan masih bisa menemani orang tua. Di samping itu, waktu luang yang tersisa ingin saya fokuskan untuk belajar lagi ilmu agama. Jangan sampai dunia melenakan kita, padahal akhirat itulah yang lebih abadi.

Menantang diri sendiri

Semua tantangan di dunia kerja sepertinya tidak ada apa-apanya di dalam dunia bisnis. Di Indonesia, apalagi. Anda mesti berhadapan dengan birokrasi yang rumit, perizinan yang sering kali minta pungutan, ditambah ketika Anda tidak punya relasi yang banyak. Tapi adrenalin dari kesulitan besar itu justru memacu kita untuk menjadi pengusaha yang lebih baik.

Rasulullah SAW adalah pedagang

Tuntunan sang pembawa risalah semakin mudah kita ikuti, karena kita juga mengikuti "profesi" beliau. Ibadah sunnah, sholat dhuha, sholat di masjid, baca quran, biasanya lebih getol saat kita memulai usaha.

Tulisan ini saya beri judul "resurrection", yang kira-kira bermakna "kelahiran kembali". Saya meninggalkan pekerjaan yang sudah mantap, meninggalkan Jakarta, untuk kembali hidup sebagai insan yang (insya Allah) lebih baik dari sebelumnya. Semoga Allah Memudahkan jalan ini, dan dengan ini pula blog ini saya nyatakan resmi diupdate kembali. :)