Cross-Selling dan Upselling

Cross-Selling dan Upselling sebenarnya adalah kegiatan marketing yang kita sering temui sehari-hari. Jika kita beli makan atau minum di sebuah gerai cepat saji, biasanya kasir akan menanyakan pertanyaan standar berikut ini. "Gak sekalian CD Agnes Monica-nya, Kak?" Pertanyaan ini sebetulnya secara tidak kita sadari telah "membius" untuk membeli lebih banyak. Misalnya dengan iming-iming membeli paket tertentu, maka akan mendapatkan bonus tertentu. Tambah sekian ribu perak, sudah bisa bawa pulang CD, yang entah didengarkan atau tidak. Pokoknya nambah dikit bisa dapet lebih banyak. Dengan pembelian yang banyak, berujung pada profit yang lebih baik.

Contoh lain, misalnya kita menjadi kasir toko kelontong, dan pembeli sudah membeli asam jawa, kacang panjang, dan melinjo. Bisa jadi, pelanggan kita itu mau bikin sayur asem. Kita bisa bilang, "Kacang tanahnya nggak sekalian, Bu? Saat ini kita sedang ada promo loh.. Setiap pembelian 500 gram kacang tanah dan kelipatannya, Ibu berhak mendapatkan kesempatan memenangkan hadiah umroh, Bu!" Yakinlah itu Ibu langsung beli kacang tanah sekarung.

Berjualan dengan cara-cara di atas adalah contoh cross selling dan up-selling. Tujuannya sama, yakni berusaha meyakinkan pembeli untuk membeli lebih banyak. Bedanya, cross selling adalah menjual produk dengan kategori yang berbeda. Sedangkan upselling adalah kegiatan menjual produk dengan kategori yang sama.

Cross-selling dan up-selling tujuannya sama, yakni meyakinkan pembeli untuk membeli lebih banyak
ilustrasi

Contoh Cross-Selling dan Up-Selling

Gerai cepat saji menawakan promo hanya untuk dine-in, bukan take-away. Mengapa? Karena ketika dine-in atau makan di tempat, pelanggan cenderung akan membeli lebih banyak, misalnya dari minuman, atau makanan penutup atau sampingan, sembari menunggu teman atau sekadar nongkrong.

Bisnis warnet misalnya, juga berjualan makanan instan seperti kacang goreng, mi rebus, roti, snack, atau minuman dingin (contoh cross-selling). Belum lagi pendapatan dari jasa ketik, printing, atau cetak foto (contoh up-selling).

Salon plus-plus (bukan yang berkonotasi negatif ya), biasanya menawarkan jasa yang tidak hanya potong rambut semata, tapi juga misalnya perawatan kuku, spa, massage, dan totok wajah. Ini biasanya ditawarkan oleh orang salonnya ketika pelanggan selesai dipotong rambutnya. "Mau sekalian creambath, pelebat bulu, atau refleksi?"

Di toko kamera, biasanya dari rumah cuma mau beli kamera saja dengan spek tertentu. Di toko kamera, penjaga toko pasti bilang "Ini ada tipe yang lebih bagus, dengan spesifikasi begini dan begitu yang 2 kali lipat lebih bagus, dengan tambahan harga cukup 300ribu rupiah saja, Pak!" Begitu selesai mau bayar, ditawarin lagi "Baterainya tidak sekalian, Pak? Lensa? Tas anti jamur? Case spesial?" Ujung-ujungnya yang tadi budget dari rumah cuma 5 juta, bisa jadi 7-8 juta hanya untuk aksesoris.

Amazon Juga Melakukannya

Di beberapa online shop populer seperti Amazon, juga terjadi seperti itu. Kita bisa lihat, ketika kita bolak-balik melihat produk alat bor misalnya. Akan ada bagian khusus di bagian bawah, dengan kata-kata khas marketing seperti "Frequently bought together", "Customers Who Bought This Item Also Bought", "What Other Items Do Customers Buy After Viewing This Item?", "Compare to Similar Power Tool and Combo Packs". Kesemua kalimat marketing itu adalah beberapa cara untuk memikat orang untuk membeli lebih banyak.

A programmer living in Indonesia. More

1 komentar so far

[…] Cross-selling di warnet bisa dilakukan dengan menjual layanan lain seperti jasa ketik, cetak dokumen, edit dan cetak foto, menjual makanan dan minuman, dan lain-lain. Namun yang terpenting, jika warnet sedang sepi (benar-benar nggak ada pengunjung), yang paling sering kami lakukan adalah fokus pada bisnis yang lain, karena dulu kami juga jualan toples, panci, karpet, sembako, sampe mobil second. Kalau memang ada waktu lebih, gunakan untuk istirahat. […]

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih