Kopdar Saudagar Nusantara, Berdaya di Negeri Sendiri

Kopdar Saudagar Nusantara, disingkat KSN adalah sebuah event bagi pebisnis di seluruh Indonesia. Perhelatan ini dibagi menjadi beberapa agenda besar, antara lain Konferensi Saudagar Nusantara (KSN), dan Festival Saudagar Nusantara (FSN).

Kopdar Saudagar Nusantara
Gambar diambil dari website kopdarsaudagar.com

Skema Ponzi dan Cara Mewaspadainya

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan kasus bangkrutnya sebuah biro umrah yang terkesan profesional, namun pada akhirnya harus ditebus dengan perkara di pengadilan. Kasus "penipuan" seperti ini memang banyak macamnya, namun yang paling sering dijumpai adalah yang menggunakan skema ponzi.
uang tumbuh

Skema Ponzi

Skema Ponzi dibuat oleh Charles Ponzi (nama aslinya adalah Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi), pada tahun 1900-an. Ponzi adalah seorang yang berkarakter pemimpi bin penghayal. Yang ia cita-citakan adalah bagaimana meraup kekayaan dalam waktu sesingkat mungkin. Ia pun beberapa kali berurusan dengan penjara karena kasus penipuan dan semacamnya.

Ia bermigrasi dari Italia ke US, dengan bekal hanya USD 2.5, namun ia selalu bermimpi meraup 1 juta dollar. Dalam keadaan bangkrut tersebut, ia berpindah-pindah pekerjaan mulai dari pegawai pos, tukang cuci piring, perawat di tenda pertambangan, dan sebagainya. Dalam keadaan tak berpunya itulah, skema ponzi lahir.

Suatu hari, mungkin terinspirasi dari surat-surat berisi bualan tentang kehidupan hartawan yang ia tulis untuk sanak saudaranya di Italia, sebuah gagasan lahir dari kepalanya. Gagasan itu, saking hebatnya, ia sebut sebagai "Gagasan Hebat". Dan memang benar, karena dari ide inilah lahir yang kita kenal saat ini sebagai arbitrage.

Pada jaman dahulu, untuk berkorespondensi menggunakan surat, orang bisa mengirim kupon yang dinamakan IRC (International Reply Coupon). Prinsipnya sederhana, kupon ini di negara tujuan dapat ditukarkan atau minimal menjadi diskon untuk pembelian perangko. Karena inflasi sangat tinggi akibat perang dunia, harga perangko dapat berbeda sangat jauh antara Italia dan US. Di sinilah Ponzi, secara tidak sengaja dan secara teori, menemukan celah sistem yang akan mengisi koceknya.

Namun Ponzi butuh modal. Ia tak menyerah begitu saja saat ajuan kreditnya ke bank tak diterima. Ia pun membuat sebuah perusahaan dan mengumpulkan modal dari publik. Orang-orang sangat percaya dengan presentasi Ponzi yang meyakinkan. Perlu diketahui, walaupun miskin, Ponzi selalu berpakaian dengan elegan.

Dengan janji gombal keuntungan 100% dalam waktu 90 hari, ia dengan mudahnya meraup dollar dari para "investor" yang serakah. Ponzi sendiri sudah memahami bahwa "Gagasan Hebat" miliknya tak akan berjalan sesuai teori, karena mayoritas profit dari perangko justru akan kembali ke perusahaan pos. Sampailah pada tahun 1919, mengetahui idenya tak akan berjalan mulus, ia berhenti berurusan dengan perangko. Ia fokus untuk menggaet "investor".

Kasus Ponzi Terbongkar

Orang-orang berduyun-duyun mempercayakan uangnya kepada Ponzi. Sampai pada tahun 1920, tepatnya bulan Juli, ia berhasil mengumpulkan 1 juta dollar, per hari. Sebuah impian yang dari dulu ia cita-citakan.

Namun kesuksesan Ponzi tak berlangsung lama, karena mulai banyak yang mempertanyakan tentang bisnis perusahaanya. Adalah tidak mungkin berjual beli kupon perangko dengan jumlah dana luar biasa besar, karena sirkulasi kupon perangko yang beredar hanyalah ~27,000 saja.

Jika Ponzi tidak berbisnis kupon perangko, lalu darimana "profit" investor bisa ia bayarkan? Jawabannya : dari investor yang menyetorkan uangnya belakangan. Jika orang masih percaya bahwa investasinya akan kembali dengan berlipat ganda dalam kurun waktu singkat, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Profit dan modal investor sebelumnya didapat dari uang investor berikutnya.

Ponzi pada akhirnya harus menyerah, dan mengakui bahwa sekitar 20 ribu orang investornya sudah kehilangan lebih dari $20 juta.

Ciri-ciri Skema Ponzi

Secara kasat mata :

  • Menawarkan keuntungan yang fantastis, bahkan dalam waktu singkat
  • Tidak menjelaskan secara detail, bagaimana bisnis perusahaan berjalan. Atau, bisnisnya tidak jelas (tidak ada fisik item, harga mahal, dll).
  • Legalitas perusahaan dipertanyakan.
  • Ketika investor akan mengambil uangnya, dipersulit sedemikian rupa.
Pada intinya, jangan mudah tergiur dengan tawaran yang tidak masuk akal. Semakin tinggi return yang dijanjikan, semakin besar kemungkinannya bahwa itu adalah investasi abal-abal.

Batu Cincin : Yet Another Market Bubble?

Kita akan buka tulisan ini dengan sebuah cerita ringan.

Alkisah di sebuah kampung di pelosok hutan, datanglah seorang yang kaya raya beserta asisten pribadinya. Si Kaya berniat membeli monyet, dengan dihargai Rp 100ribu per monyet. Warga pun berbondong-bondong mencari monyet ke hutan. Dan memang benar, si Kaya membayar 1 ekor monyet Rp 100ribu. Waktu berlalu, hutan pun mulai langka dengan monyet. Harga per ekor monyet pun naik menjadi Rp 200ribu. Monyet pun semakin langka. Harga monyet pun dinaikkan lagi oleh si Kaya menjadi Rp 300ribu, Rp 500ribu, dan begitu seterusnya hingga Rp 1juta.



Saat monyet menjadi benar-benar sulit didapat, si Kaya pergi ke kota untuk suatu urusan. Asisten pribadinya memberitakan pada warga, "Saya jual monyet-monyet ini per ekor Rp 500ribu, nanti ketika bos saya kembali dari kota, bapak-bapak bisa jual kembali dengan harga Rp 1 juta". Warga pun setuju dan berebut membeli monyet dengan harga Rp 500ribu. Setelah transaksi tersebut, si Kaya dan asistennya tak pernah terlihat lagi.

Apa itu Economic Bubble?

Istilah lain untuk economic bubble adalah market bubble, price bubble, dan semacamnya. Istilah bubble digunakan untuk menggambarkan perdagangan aset yang harganya di atas nilai intrinsiknya. Contohnya, seperti cerita monyet di atas. Dinamakan gelembung, karena pada akhirnya harga barang akan kembali bernilai seperti nilai intrinsiknya. Akan ada masa di mana gelembung akan semakin besar dan tidak dapat lebih besar lagi, dan akhirnya pecah.

Ketika batu cincin sempat booming dan menjadi tren beberapa waktu lalu, sebetulnya kita dapat melihat bahwa akhirnya tren tersebut akan berakhir. Tren seperti ini sebenarnya mirip dengan tren-tren bubble yang lain seperti ikan louhan, tokek, atau gelombang cinta. Banyak pula "pengusaha" dadakan yang terlanjur menginvestasikan tabungannya untuk membeli barang "populer" dengan harapan bahwa suatu saat nanti akan bisa menjualnya di harga yang berkali lipat lebih tinggi.

Apakah ini "Tren Sesaat"?

Untuk mengetahui apakah sebuah bisnis atau barang sekadar tren sesaat alias bubble, sebetulnya tak perlu perhitungan macam-macam. Cukup bandingkan dengan barang setipe yang nilai intrinsiknya memang mahal. Misal, jika kasusnya adalah batu akik, maka bandingkan dengan batu mulia, di mana kualitas dan kadar kelimpahannya di alam sangat jauh. Batu akik tersedia sangat banyak dan tingkat kekerasannya tidak tinggi. Berbeda dengan berlian, intan, atau ruby yang memang sangat langka dan perlu waktu sangat lama untuk terbentuk di alam.

Maka kita bisa lihat bahwa batu akik suatu saat akan semakin berlimpah (karena popularitasnya) dan maka dari itu tidak menjadi barang langka lagi (dan istimewa). Ini juga mirip dengan bunga gelombang cinta dan ikan louhan, yang bisa dibudidayakan sedemikian sehingga market akan jenuh. Ketika market sudah jenuh, maka harga pun otomatis akan turun dan selanjutnya silakan menangis.