Kisah Sukses Sandiaga Uno, Dari Korban PHK Hingga Aset Rp 3 T

Ia memiliki nama lengkap Sandiaga Salahuddin Uno, seorang politisi yang sebelumnya adalah pengusaha. Berdarah Gorontalo, ia lahir di Riau, 47 tahun lalu. Ayahnya bernama Razif Halik Uno (Henk Uno), yang juga merupakan keturunan dari Mufti Guru Uno, salah satu keturunan raja Gorontalo. Ibunya, Mien Rachman Uno (nama aslinya adalah Rachmini Rachman), adalah pendiri Lembaga Pendidikan Duta Bangsa dan Mien R Uno Foundation. Mien Uno juga merupakan kakak dari salah satu tokoh pendidikan Indonesia, Prof. Arief Rachman.


Masa Sekolah Sandiaga Uno

Menurut Sandiaga Uno, benang merah yang mendefinisikan kerja keras adalah disiplin waktu. Ia duduk paling depan ketika masa sekolah. Ibunya mendidik secara keras yang tak bisa dijelaskan sekarang, karena akan masuk kategori KDRT. Sabetan tali pinggang sudah menjadi sarapan rutin. Akan ada hukuman untuk bangun pagi yang tak tepat waktu dan nilai jelek di sekolah. Dari didikan ibunya inilah, etos kerja keras Sandiaga Uno bertumbuh.

Setelah menamatkan kuliah di Wichita State University dengan predikat summa cum laude, ia bekerja sebagai karyawan di Bank Summa pada tahun 1990. Tak butuh waktu lama, prestasinya membawa ia menuju beasiswa di George Washington University. Etos kerja keras terus dibawanya saat mengambil S2. Ketika libur akhir pekan, Sandiaga Uno harus melawan cuaca dingin dan menusuk tulang, berjalan kaki 15-20 menit dari asrama ke perpustakaan, karena ketika libur tak ada bis yang mengantar. Ia merasa diberi kesempatan istimewa : sekolah di luar negeri, diberi beasiswa, dan didukung oleh orang tua. Ia ingin memberikan ikhtiar 100 persen. Tak heran, ia lulus dengan IPK 4,00.

Etos kerja keras itu pun berlanjut hingga ia menjadi profesional dan pengusaha. Ia berusaha untuk datang paling awal, seringnya bersamaan dengan office boy, dan jengah ketika ada karyawan yang masuk kerja jam 10-11 siang.

Salah satu hobinya yang lain adalah membaca buku. Saat ini kacamatanya minus 1,5. Sebelum dioperasi, matanya pernah mencapai minus 11. Itu karena kegemarannya membaca. Kategori buku yang ia sukai adalah buku yang menginspirasi dan memotivasi. Ia menyempatkan membaca buku 1 jam setiap hari.

Menjadi Korban PHK dan (Terpaksa) Berwirausaha

Pada tahun 1997, karir Sandiaga Uno harus kandas karena krisis ekonomi. Ia sempat bekerja tanpa gaji. Perusahaan tempat ia bekerja akhirnya bangkrut dan memecat sejumlah karyawan. Tabungannya pun sudah habis karena diinvestasikan di pasar modal. Dengan berat hati ia memilih untuk kembali pulang ke tanah air bersama istrinya (yang pada waktu itu sedang hamil anak pertama), dengan predikat pengangguran.

Justru keterpurukan itulah yang membuat Sandiaga Uno berpindah haluan untuk menjadi seorang pengusaha. Bersama teman dekatnya kala SMA, Rosan Roeslani, ia membangun PT Recapital Advisors, sebuah perusahaan konsultasi keuangan. Kantor yang mereka sewa pun ala kadarnya saja, dengan karpet warna merah muda dan banyak cermin di dinding. Itu semua karena dulunya kantor tersebut adalah salon dan agensi model. Malu dengan kondisi tersebut, ia dan Rosan sering melakukan rapat dengan calon klien di luar kantor.

Perjalanan bisnis PT Recapital pun bukan tanpa hambatan. Walau karyawannya hanya 3 orang, Sandi mengaku sering kesulitan memberikan gaji. Berjibaku dengan proposal, menunggu berjam-jam di lobi kantor calon klien bersama dengan belasan pengantri yang lain, sudah menjadi rutinitas harian. Pernah suatu kali karena tak ada uang untuk membeli susu anaknya, Sandi berniat meminjam uang pada Rosan. Tak disangka, Rosan pun juga tak punya uang dan berniat meminjam uang ke Sandi.

Klien pertama Sandiaga Uno adalah Jawa Pos Group. Sandi sudah menunggu lama, sebelum CEO Jawa Pos Group akhirnya keluar. Namun, Dahlan Iskan, tak punya waktu untuk menyimak penawaran Sandi secara lengkap. Jadilah, penyampaian Sandi dilakukan di dalam lift. The Power of Elevator Pitch. Penawaran super singkat tersebut akhirnya disetujui Dahlan.

Rejeki Yang Tak Disangka-sangka

Di balik kesuksesan bisnis tiap pengusaha, selalu ada seorang mentor. Mentor bisnis Sandiaga Uno adalah William Soeryadjaya, pendiri Astra. Perkenalan pertama Sandi dengan Om William bermula sejak karirnya menanjak di Bank Summa. Om William menyediakan waktu makan siang bersama Sandi, setiap pekan, hari Sabtu. Mentoring bisnis inilah yang membuat kepercayaan dirinya bangkit setelah di-PHK, sekaligus menjadi cikal bakal lahirnya perusahaan Sandiaga Uno kedua, PT Saratoga Investama Sedaya, yang bergerak di bidang investasi usaha pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan.

Saratoga, di awal masa bertumbuhnya, juga memiliki sebuah kisah unik. Suatu kali ada klien yang menolak membayar jasa konsultasi Recapital. Tak ingin memperpanjang urusan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan, Sandi harus rela menerima pembayaran dalam bentuk saham perusahaan klien, yang ketika itu berharga murah. Tak disangka, 3 bulan kemudian, nilai saham tersebut naik terus hingga melebihi hutang klien. Inilah yang membuat Saratoga terinspirasi mengembangkan usahanya ke berbagai investasi di banyak perusahaan.

Kejeniusan Sandiaga Uno kembali ditunjukkan dengan lahirnya Tower Bersama. Ia terinspirasi oleh Sakti Wahyu Trenggono, pemilik Indonesia Tower. Pak Trenggono berpendapat, perusahaan telekomunikasi pada akhirnya akan berhenti membangun menara. Alih-alih membuat sendiri menara telekomunikasi dengan biaya mahal, perusahaan akan menyewa dari perusahaan lain. Peluang ini ditangkap oleh Sandiaga Uno, sedemikian sehingga Tower Bersama meroket menjadi perusahaan besar di bawah bendera Saratoga, selain Adaro Energy.

Perjuangan bisnis Sandiaga Uno dimulai dari sebuah kesulitan. Dimulai dari krisis, pemutusan hubungan kerja, memulai usaha, dan akhirnya memiliki lebih kurang 50 ribu karyawan. Dengan semangat "Kerja 4 As" : Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Tuntas, dan Kerja Ikhlas, ia berhasil membangun banyak perusahaan yang pada akhirnya menumbuhkan asetnya. Hasilnya, pada tahun 2011, ia masuk menjadi orang terkaya nomor 37 di Indonesia, dengan estimasi total aset senilai USD 660 juta, atau sekitar Rp 7 T kala itu.

Saat melaporkan kekayaannya ke KPK dalam rangka menjadi calon wakil gubernur DKI Jakarta, ia memiliki aset Rp 3 T. Sebuah jumlah yang fenomenal untuk ukuran seorang pengusaha asli Indonesia. Ia sering berkeliling ke kampus-kampus untuk menyebarkan semangat kewirausahaan kepada para mahasiswa, dan mengharapkan ada banyak pengusaha baru lahir.