Universalitas Ekonomi Syariah

Bismillah

Pertama-tama saya selaku penulis mohon maaf bila lebih dari 10 bulan blog ini tidak ada pembaruan. Selama 10 bulan terakhir pula saya berpikir keras, bahwa beberapa tulisan sudah kadaluarsa, dan tidak relevan lagi, dilihat dari segi masa terbitnya, maupun dari referensi yang dipakai. Saya berpikir, mungkin inilah saatnya untuk melanjutkan proses hijrah yang berjalan lambat, kalau tak mau dibilang berhenti. Saya sedang memikirkan gagasan besar terkait solusi menjadi orang yang sejahtera (baca: kaya) menurut Islam. Tentulah karena agama ini adalah agama yang sempurna, di setiap permasalahan selalu ada solusinya dari Quran. Tidak dengan riba, tidak dengan sistem yang populer saat ini.

masjid sultan singapura

Tulisan ini merupakan tulisan daur ulang saya di tahun 2008, atau sudah sekitar 8 tahun lalu. Semoga bermanfaat.

"Bolehkah saya bertanya," seorang Bapak pembicara memulai percakapan sebuah seminar di salah satu perguruan tinggi negeri. "Berapa banyak dari saudara mahasiswa / mahasiswi di sini yang telah memiliki tabungan di bank syariah?"

Hanya ada 4 orang yang mengangkat tangan. Tentu ini sebuah angka statistik yang memilukan, bahwa orang Islam sendiri kurang turut punya andil dalam mempopulerkan sistem yang sesuai Quran. Para pembicara adalah petinggi di bank syariah, dan ada 1 orang Bapak yang berasal dari Bank Indonesia. Perkembangan sistem ekonomi sudah dimulai sejak jaman dahulu, sejak jaman belum ditemukannya tulisan, sehingga tak ada dokumentasi. Pada masa awal, sistem yang terkenal adalah sistem feodalisme, di mana segala sesuatunya berpusat pada Raja, kira-kira sampai abad ke-6.

Selanjutnya, sistem yang ada tak jauh-jauh bentuknya dari yang ada sekarang : kapitalisme, sosialis, dan pada tahun 1940, sistem ekonomi Islam mulai bergerak. Ketika itu Islam sedang dalam puncak kejayaan. Sistem ekonomi Islam pada saat itu merupakan jawaban atas ketidakteraturan sistem ekonomi yang sudah ada sebelumnya.

Negara yang bermula menginisiasi sistem ekonomi syariah atau sistem ekonomi islam adalah Malaysia dan Pakistan. Salah seorang deputi Bank Indonesia mengatakan,
Jika saja 5% dari total aset yang ada di negeri ini dikelolah oleh dan bagi ummat (artinya dikelola menurut ekonomi syariah), dibutuhkan minimal 1400 tenaga kerja baru di Indonesia

Sungguh keadaan yang potensial bagi negeri ini. Ragam wujud dari ekonomi syariah pun ada banyak. Mulai dari obligasi / sukuk syariah, reksadana syariah, permodalan nasional madani, kumpulan saham yang jelas kehalalannya (misalnya yang tergabung dalam Islamic Dow Jones Index atau Jakarta Islamic Index), dan yang paling populer adalah tabungan syariah.

Kita masih ingat pada tahun 1998, perekonomian negeri luluh lantak. Ada sebagian besar bank yang terkesan kuat, ternyata kena likuidasi. Coba tebak, sektor apa yang masih kuat bertahan terpaan? Bank Syariah. Di sinilah Allah sedang hendak Menunjukkan bahwa sistem-Nya sungguh sempurna. Mengapa bisa terjadi, bank konvensional yang memiliki sistem riba/bunga, justru merugi?

Saya diperkenalkan dengan istilah Loan Deposit Ratio atau LDR. Angka LDR menunjukkan perbandingan antara besar uang yang dipinjam oleh debitur dengan yang yang ditabung oleh nasabah. Data menunjukkan, pada bank syariah, angka LDR berkisar 106%. Anda tidak salah baca, seratus enam persen. Sedangkan pada bank konvensional, angka LDR berkisar 69,2%. Ini menunjukkan bahwa pada bank konvensional, uang tidak berputar, melainkan mendekam lama di bank. Ketika ekonomi sedang sulit, maka peluang usaha semakin kecil. Ketika peluang bisnis kecil maka orang enggan berbisnis, dan enggan punya hutang ke bank (karena bunga tinggi). Secara sederhana, bank merugi dan akhirnya mati.

Di bank syariah, situasinya berbeda, karena bank syariah menganut konsep bagi hasil. Bank syariah sudah memperkirakan bahwa bisnis tidak melulu untung. Ada untung, ada rugi, dan ada pula balik modal (break even point). Di bank syariah, kemungkinan pengusaha merugi jauh lebih kecil, karena bank tidak asal dalam memberikan pinjaman. Contohnya, calon peminjam dilihat neraca dan laporan keuangannya secara detail. Apakah peminjam berkepribadian baik pada tetangganya? Apa jenis usaha calon peminjam? Mungkinkah bank syariah memberi pinjaman pada usaha miras, peternakan babi, atau usaha kelab malam?

Sebagian ulama membolehkan ummat islam untuk menabung di bank konvensional dengan alasan kedaruratan. Namun jika kita tinggal di kota besar, banyak sekali kantor cabang bank syariah yang bertebaran. Rasanya sudah bukan menjadi alasan untuk tidak punya rekening di bank syariah.

Mari berhijrah.



A programmer living in Indonesia. More

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih