Modus Marketing Kartu Kredit

Marketing kartu kredit biasanya menawarkan hal-hal yang tidak biasa agar calon nasabah tertarik untuk membuat kartu kredit. Jika nasabah sudah memiliki kartu kredit, maka nasabah juga diarahkan untuk memiliki kartu kredit tambahan, atau menikmati fasilitas plus-plus dari penyedia kartu kredit. Jumlah kartu kredit yang banyak namun tidak diimbangi dengan cara pemakaian yang bijak tentu akan melahirkan persoalan tersendiri. Apakah kita benar-benar membutuhkan kartu kredit baru? Berikut hal-hal yang biasanya digunakan para sales kartu kredit. Hati-hati, jangan sampai kita tergoda.

kartu kredit

Janji menaikkan limit kartu kredit

Seperti yang kita ketahui, sales kartu kredit dapat memperoleh informasi tentang data nasabah kartu kredit dari pihak ketiga. Biasanya juga dari sesama sales kartu kredit. Karena data ini terkadang kurang terlalu update, maka biasanya sales kartu kredit hanya bicara seperti ini di telepon. "Limit kartu kredit yang sekarang berapa, Pak? Akan kami jadikan limit baru kartu kredit Bapak menjadi 3x lipat dari limit saat ini". Atau, "menjadi total semua limit kartu kredit yang Bapak punya". Janji hanya tinggal janji. Saat kartu kredit sudah tiba, limit kartu kredit biasanya tak sesuai harapan. Ini dikarenakan, bukan sales kartu kredit yang menentukan limit kartu kredit, tapi dari pihak Bank.

Bebas iuran tahunan seumur hidup

Janji sales kartu kredit seperti ini juga sudah sering diperdengarkan. Dengan tidak ada iuran tahunan seumur hidup, maka calon nasabah akan berpikir "Toh tidak ada ruginya memiliki satu kartu kredit tambahan". Padahal jebakan betmen seperti ini bakal ketahuan saat pemakaian sudah lewat 1 tahun, ketika tiba-tiba ada tagihan tambahan di billing statement.

Marketing kartu kredit perempuan

Sudah menjadi hal yang lumrah, kalau lelaki akan lemah dengan perempuan. Marketing kartu kredit pun sudah dilatih untuk berbicara selemah dan selembut mungkin. Kalau bisa sampai calon nasabah di seberang sana klepek-klepek.

Tipe kartu kredit yang prestigious

Jika calon nasabah belum memiliki kartu kredit, mungkin akan dijanjikan tipe kartu kredit yang sedang-sedang sahaja, seperti Silver atau Gold. Namun jika nasabah sudah memiliki kartu kredit, maka akan dijanjikan kartu kredit tipe dewa seperti Titanium, Platinum, Alumunium, Millennium, atau bahkan tipe kartu kredit yang namanya baru Anda dengar. Nama sih boleh keren, tapi tunggu nanti setelah kartu kreditnya datang. Limitnya cuma gopek ceng.

Kesempatan dana tunai dengan margin yang rendah

Memiliki kartu kredit dengan alasan agar bisa menikmat dana tunai adalah hal yang cukup keliru. Pertama, dana tunai yang diberikan bank jumlahnya kecil, biasanya hanya berkisar 30 persen dari limit kartu kredit. Kedua, margin atau bunganya akan mencekik leher. "Tapi marginnya rendah loh Pak, hanya 0.7 persen per bulan. Ini masa promo Pak, kesempatan langka. Marginnya kembali normal bulan depan," suara marketing kartu kredit di seberang telpon yang kemayu mencoba mempengaruhi. Jangan sampai kemakan.

Program cicilan tagihan

Nasabah yang gila belanja menggunakan kartu kredit adalah sasaran empuk para sales. Kenaikan limit pada kartu kredit jangan dikira tidak punya makna apa-apa. Pertama dikasih limit 3 juta, dipake hanya kisaran Rp 200 ribu sebulan. Dinaekin limitnya jadi 5 juta, eh kok pemakaian jadi 1,5 juta per bulan. Terus begitu, hingga ada titik di mana limitnya sudah tinggi, pemakaian sudah banyak, dan akhirnya nasabah keenakan dan udah mulai sulit bayar tagihan tepat waktu. Di titik inilah para sales pun belagak malaikat di tanggal tua, menghembuskan angin surga pada nasabah, menawarkan program cicilan tagihan.

Misal tagihan 6 juta, dicicil 6 bulan kena margin 0.7 persen sebulan. Harusnya, sebulan kena Rp 1 juta ditambah 0.7% dari Rp 6 juta = Rp 1.042.000. Pada kenyataannya, Anda akan diberi tahu, "Bapak kena cicilan tetap Rp 1.059.000 per bulan, ringan kan Pak?" Kok angkanya beda? Ini sudah tipu-tipu, ada biaya silumannya. Karena di telepon itu ritme percakapan sedemikian cepat, dan angka tagihan tidak selalu genap, jadi nasabah dibuat tak sadar.