Ketika IHSG Anjlok, Apa Yang Mesti Dilakukan?

Indeks Harga Saham Gabungan adalah cerminan harga saham yang listing di Bursa Efek Indonesia. Rumus untuk menghitung IHSG sudah pernah kita pelajari pada tulisan berseri sebelumnya, tentang Sekolah Pasar Modal. Ingat bahwa sebenarnya composite index adalah akumulasi rasa percaya masyarakat (investor) pada kinerja saham perusahaan. Ketika IHSG anjlok, justru itulah bukti bahwa mekanisme pasar sedang berjalan.

stock market


Apa yang mesti dilakukan ketika IHSG anjlok?

Tetap tenang

Saya belum lama belajar tentang dunia saham, namun dari banyak membaca blog dan mengikuti seminar tentang analisis saham fundamental, justru inilah saat yang ditunggu-tunggu oleh para investor. Kondisi harga saham berjatuhan inilah saat "diskon", saat di mana harga dari saham-saham berfundamental bagus mengalami penurunan harga. Ingat, posisi rugi atau untung hanya tercapai ketika portfolio anda berubah (ada transaksi jual atau beli). Bayangkan Anda membeli emas seberat 50 gram 24 karat. Anda simpan di lemari. Mau harga emas sedang naik atau turun, emas Anda tetap 50 gram 24 karat, kecuali Anda menjualnya.

IHSG Anjlok = Harga Murah = Membeli Lebih Banyak

Perbedaan investor bergaya fundamental dan teknikal (hanya membaca grafik) salah satunya adalah investor bergaya fundamental tidak gampang panik dengan pasar. Di saat ada badai, fundamentalis berusaha melihat ke langit, berharap ada kilatan cahaya. Di saat pasar hancur, justru mereka senang karena di situlah momen di mana portfolio akan bertambah. Saham yang dulu dikira mahal mungkin sekarang jadi terlihat nggak terlalu mahal. Di saat orang laen jual, kita beli.

Investasi jangka panjang

Perhatikan sektor yang tetap prima sepanjang masa, jangan hanya berpatokan pada harga hari ini dan kemarin. Pada tahun 2002, ketika itu IHSG 425 rupiah, dan setelah 12 tahun nilainya menjadi 12 kali lipat. Cermati sektor-sektor yang akan tetap dilirik orang walau ketika keadaan ekonomi sedang sulit. INDF contohnya, justru ketika lagi krismon, Indom*e makin laku kan? Atau UNVR misalnya, apakah ketika krismon orang jadi berhemat mandi nggak pake sabun? Nggak mungkin.

Meninjau kembali portfolio

Kesalahan orang berinvestasi yang paling umum adalah karena nggak kenal sama perusahaannya (tempat berinvestasi), atau bahkan nggak tahu mereka jualan apa. Mungkin sudah menjadi kelumrahan, orang-orang Indonesia itu kalau dengar investasi hitungannya langsung "Saya setor segini, sekian bulan/tahun jadi segini, jadinya pasti untung sekian persen". Inilah yang bikin investasi bodong jadi marak. Karena orang-orang nggak peduli duitnya dikemanakan, usahanya seperti apa, dan orang yang menjalankan usahanya bisa dipercaya atau tidak.

Coba dilihat-lihat lagi portfolio kita, apakah masih mengandung saham yang nilainya di bawah 100 perak selembar? Apakah kita benar-benar tahu perusahaan tempat kita menaruh uang? Apa barang dagangannya? Suka kena imbas regulasi dadakan pemerintah atau tidak (contoh: batubara, barang tambang)? Siapa direksinya? Suka kena kasus? Atau hanya kita percayai hanya karena ketika kita mencari namanya dari Google, yang keluar adalah orang tersenyum pake peci dan jas necis?

Orang Islam Dilarang Miskin (1)

Mengapa orang Islam dilarang miskin? Karena harta itu hanya ada dua. Kalau tidak dihabiskan di jalan Allah, ya pasti habis dalam jalan kebatilan. Sudah banyak cerita tentang orang-orang dengan harta yang melimpah, tapi karena menghabiskannya di jalan yang sia-sia, jadinya tidak barokah. Saya juga heran mengapa banyak sekali orang-orang Islam yang miskinnya bukan sekadar miskin, tapi miskin yang menyerap hingga ke tulang. Miskin semiskin-miskinnya. Ini kan keterlaluan? Bukankah kita ini ummat terbaik yang diturunkan di tengah-tengah manusia?

orang islam berhaji
Mengapa kita, orang Islam, dilarang miskin?

Supaya tidak susah dua kali

Pertama karena hidupnya sendiri susah, yang kedua karena menyusahkan orang lain. Setidaknya keluarga, atau teman terdekat. Bayangkan kalau orang hidupnya serba kekurangan. Yang duluan diminta pinjeman duit pasti kalau nggak orang tua, ya sodara-sodaranya.

Supaya tidak dizolimi orang kafir

Siapa yang memegang kendali keuangan dunia? Orang kafir. Siapa orang yang pertama kali mendarat di bulan? Orang kafir. Siapa yang menguasai industri obat-obatan, ilmu pengetahuan, teknologi terbaru, alat dan senjata perang, pengolahan sumber daya alam? Lagi-lagi bukan orang Islam. Berapa kali kita dihina, dianggap rendahan, tidak dihargai, hanya karena kita miskin?

Karena zakat dan haji butuh uang

Mengucap dua kalimat syahadat, sholat, dan puasa, nyaris nggak ngeluarin modal. Tapi zakat dan haji perlu uang. Bayangkan saja, 2 dari 5 rukun Islam, butuh modal. Zakat fitri (walau hanya sekadar beras 3 kg) dan zakat mal (2,5% dari harta) butuh uang. Apalagi haji, minimal biayanya saat ini saja harus sedia $4000. Kalau dirupiahkan sekitar Rp 48 juta. Itu belum termasuk kebutuhan hidup di tanah suci dan bayar dam. Kalau 50 juta aja lewat. Itu per orang, kalau mau berdua sama istri berarti mesti sedia Rp 100 juta. Sekarang tabungan kita berapa?

Berkurban butuh uang

Harga kambing saat ini berkisar 1,7 juta hingga 2,5 juta. Kalau sapi dibagi tujuh ya kisaran segitu juga. Kalau gonta-ganti hape, makan di mall, nonton di bioskop tiap minggu saja bisa, masak kurban setahun sekali nggak kuat? Seumur hidup mau makan daging dari pemberian orang terus?

Jihad butuh uang

Jadi orang kaya itu enak sekali. Misalnya punya helikopter 10 unit. Ada bencana di mana bisa langsung kirim bantuan. Banyak sekali masjid separuh jadi, karpetnya bau karena nggak pernah diganti, plus tempat wudhunya udah kayak WC terminal, itu semua karena orang Islam miskin-miskin nggak ada yang mampu nyumbang. Masya Allah, teman saya pernah cerita di kampungnya kalau ada orang meninggal minimal butuh 750ribu untuk bayar kafan, peti mati, gali lobang kuburan, dsb. Bahkan sampai mati kita masih harus keluar uang.

Palestina itu kalah perang bukan karena kalah doa dan tenaga, tapi kalah modal. Jadi selama orang Islam nggak ada yang tajir-tajir ya selamanya kita tertindas. Bandingkan jihad kita saat ini dibanding jihad jaman Rasulullah. Untanya istimewa, mahal pula harganya. Pedangnya, baju besinya, ibarat kata semuanya barang "bermerek". Emangnya enak jihad modal bambu runcing doang?

Sebagai indikator kebahagiaan

Indikator kebahagiaan dunia itu ada 4 : istri sholehah, rumah yang luas, kendaraan yang baik, dan rejeki yang halal. Tiga dari empat syarat itu semuanya butuh duit. Rumah, boro-boro mau beli secara kontan, bayar DP-nya yang hanya 20% saja kita jungkir balik. Kendaraan, mungkin kita perlu beli mobil, plus supirnya sekalian. KRL atau angkot itu mengapa pelayanannya seperti melayani binatang? Karena harganya murah. Mengapa harganya murah? Karena kalau dinaikkan pasti kita ini nggak mampu bayar, karena kita miskin. Jadi pelayanan kepada masyarakat miskin ya sesuai dengan harganya yang murah. Rejeki yang halal, tentu yang menjadi dambaan kita semua, dan kita berusaha untuk menjauhi sumber rejeki yang haram.

Berhenti Berbisnis Titip Beli Barang dari Luar Negeri

Sudah hampir setahun saya membuka jasa titip beli barang dari luar negeri. Bisnis ini saya jalankan dengan cara yang sederhana, seperti yang pernah saya tulis di tulisan tersendiri : Bisnis Jasa Titip Beli Barang dari Luar Negeri. Pada hari yang cerah ini, saya memutuskan untuk berhenti. Bukan karena nggak menguntungkan, justru saya mendapatkan uang yang sepadan dari hasil kerja yang tak seberapa keras. Mengapa tak seberapa keras? Karena sebenarnya bisnis ini adalah model bisnis makelar.

jasa titip beli barang dari luar negeri

Apa alasan saya berhenti dari bisnis yang sebenarnya menguntungkan?

Jenuh Berbisnis

Kejenuhan adalah penyakit setiap orang yang membuka usaha. Anda bisa bayangkan, saya sudah melayani banyak sekali orang dari beragam latar belakang, profesi, hingga kelakuan. Ada yang sekadar bertanya-tanya sahaja. Ada juga yang beli dari online shop yang tidak terkenal. Ada yang baru pertama kali bertransaksi online. Kalau diingat-ingat lagi, saya sungguh terharu dan merasa berterima kasih plus beruntung atas rejeki dari Allah dan masih diberi kesempatan menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang belum saya kenal sebelumnya. Orang-orang saya yang masih saya ingat antara lain : Astrid, Ibu Ratna (yang repot-repot menemui saya di kantor bersama suami, dari Bandung pula! Subhanallah), Fatya (dari Kalimantan Selatan), Bapak Syahril (semoga sukses untuk hasil thesisnya), dan masih banyak lagi yang tak bisa saya sebut satu per satu.

Pada tulisan kali ini pula, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala khilaf dan kekurangan saya sebagai penjual. Materi yang saya dapat mungkin tak seberapa (hanya berkisar 3-5% dari total transaksi), namun kesempatan bertemu dengan orang-orang baru, adalah jauh lebih berharga dan membuat saya terkesan. Terima kasih, dan semoga kita bisa bertemu di transaksi yang berbeda.

Tidak ada waktu

Dari halaman lapak yang saya gelar sejak hampir setahun lalu, hanya ada informasi singkat tentang apa jasa yang saya tawarkan, dan nomor handphone yang bisa dihubungi hampir setiap saat. Tidak lebih. Karena sekarang saya masih berstatus sebagai karyawan pabrik, maka agak sulit untuk membagi waktu antara memburuh dengan melayani WhatsApp atau SMS dari calon pembeli. Bukannya sok sibuk, tapi saya berpikir untuk tidak terlalu "attached" dengan gadget atau handphone.

Ingin beralih ke bisnis lain

Saya baru saja membeli sebuah printer (PSC, yang bisa jadi scanner juga). Saya mulai berpikiran untuk "menggandakan uang" dengan alat ini. Bukan menggandakan dalam arti sebenarnya, tentu saja. Karena kalau demikian, pintu bui akan jadi lebih lebar buat saya. Ketika bisnis yang baru mulai berjalan, insya Allah akan saya ceritakan suka dukanya di blog sederhana ini juga nanti.

Birokrasi yang kompleks (pajak, izin masuk, bea-bea tak terduga)

Tak bisa diragukan lagi, negeri ini memang penuh dengan birokrasi.
Bagi sebagian pengusaha, birokrasi masih menjadi momok
Setelah saya perhatikan, ada banyak sekali barang dari luar negeri yang tak bisa langsung masuk ke Indonesia. Barang-barang ini meliputi barang elektronik (seperti kamera, handphone, dll), buku-buku (versi cetak), dan masih banyak barang lainnya. Kerepotan seperti inilah yang ingin saya hindari, karena terus terang saya agak malas berhadapan dengan PNS. Hehehehe..

Demikian sekelumit cerita usaha yang saya jalani, semoga bisa diambil manfaatnya. Aamiin.