Uttare Daikichi (Daikichi's Salesmanship), Komik Inspirasi Bisnis

Terus terang, penulis tidak terlalu suka (bukannya tidak suka sama sekali) dengan buku-buku kisah sukses yang sering kita temui sebagai "best seller" dan dipajang di rak-rak buku toko-toko buku ternama seperti Gramedia. Biasanya, buku tersebut hanya bercerita tentang narsisme si penulis (karena covernya hanya foto penulis pakai jas dan terlihat keren), dan kurang praktikal (alias kurang bisa diterapkan).


daikichi's salesmanship

Maka dari itu, saat pertama kali tahu ada komik dengan judul Uttare Daikichi (diterjemahkan sebagai Daikichi's Salesmanship) dengan tema bisnis oleh anak-anak, ini saya rasa cukup menarik, karena jarang sekali tema-tema seperti ini muncul di dalam komik. Komik lain yang agak menjurus ke bisnis yang pernah saya tahu adalah Money Maker yang isinya tentang investasi di saham oleh (lagi-lagi) seorang anak kecil. Ada lagi komik lain berjudul Kurosagi (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Black Swindler) yang bercerita tentang bentuk-bentuk penipuan dalam bisnis.

Alur Cerita Uttare Daikichi

Dikisahkan dalam Uttare Daikichi, seorang anak bernama Daikichi Sagano yang punya mimpi tak tanggung-tanggung: menjadi pedagang nomer 1 di dunia! Ayah Daikichi memang seorang penjual takoyaki dan sedang berjualan keliling dunia. Secara kebetulan, Daikichi bertemu dengan kucing keramat yang dapat berbicara. Kucing yang dinamai Neko-sensei (neko = kucing, sensei = guru) ini ternyata adalah kucing berusia ratusan tahun yang punya kemampuan pinandhita dalam berbisnis, diduga karena merupakan titisan Dewa Dagang.

Dimulailah petualangan Daikichi bersama Neko-sensei, misalnya dalam menyelamatkan warung mainan tradisional nenek yang akan bangkrut, menjadi juara dalam porseni sekolah yang unggul dalam jumlah pengunjung dan kepuasan pembeli, hingga pada akhirnya bertemu dengan kompetisi dari taipun bisnis bernama Shochiku dengan hadiah 30 milyar yen. Di sela-sela petualangannya, guru kucing selalu memberi tips-tips bisnis yang berguna untuk Daikichi yang masih hijau dalam urusan berdagang. Guru kucing pun berharap bahwa kemampuan Daikichi akan semakin terasah, dan pada waktunya nanti akan mendatangkan keuntungan pula baginya.

Salah satu tips display content (penempatan items yang dijual di toko) yang diberikan guru kucing adalah soal memberikan "rasa aman" pada calon pembeli untuk sebuah merek spray rambut yang baru. Pada dasarnya sebuah produk baru boleh jadi memiliki keunggulan seperti harga yang lebih murah, tampilan lebih menarik, dll. Tapi, konsumen yang sudah terlanjur loyal dengan produk-produk yang terkenal duluan, akan susah dibujuk untuk sekadar mencoba. Hal ini disadari Daikichi tatkala melihat dua buah box plester luka yang berbeda merek. Merek A box-nya masih berisi full (misalnya 24 package yang lebih kecil), sedang box merek B hanya berisi sedikit package.

Kelihatannya, plaster merek A sulit sekali laku, dan produk B yang cepat laku. Pada kenyataannya, justru sebaliknya! Plester merek A sudah terjual pada box ketiga bulan ini, sedang produk B belum sampai 1 box terjual. Ini membuat Daikichi mengambil beberapa spray pada box display spray rambut merek baru, dan pembeli pun akan merasa "Oh, merek ini sudah banyak yang beli" atau "Wah, udah mau habis aja, kalau nggak ambil nanti kehabisan". Tips-tips sederhana seperti ini banyak sekali dijumpai di sepanjang perjalanan bisnis Daikichi.

Salah satu cerita lain adalah penjelasan guru kucing untuk pembagian model pembeli sesuai perilakunya yang mirip ikan koi dan ikan ayu. Karena perilakunya berbeda, maka "cara memancing"-nya juga berbeda. Pembeli model ikan koi, adalah pembeli yang mesti dibaik-baikin dulu, disapa ramah, dilayani sedemikian rupa, sampai nanti akhirnya membeli. Tapi, kebanyakan pembeli adalah pembeli model ikan ayu. Justru kalau semakin disapa, ditegur, ditanyain lagi cari apa, justru semakin risih dan akhirnya kabur.

Ada lagi cerita lain soal porseni sekolah. SMP Daikichi setiap tahun mengadakan porseni di mana masing-masing tim yang terdiri dari 4 murid membuat stand. Stand bisa saja restoran, warung kecil, pameran foto, kolam pancing, rumah hantu, apa saja. Penghargaan Most Valuable Stand akan diberikan pada stand yang berkriteria: profit paling besar, dikunjungi paling banyak, dan mendapat vote dari kebanyakan pengunjung porseni. Melihat histori Daikichi yang selalu saja gagal di 2 kali porseni sebelumnya, tak heran tak ada satu murid pun yang ingin bergabung bersama Daikichi.

Tersebutlah Makoto, teman Daikichi sedari kecil, yang dahulu pernah berjanji untuk membuat perusahaan bersama. Makoto juga tak mau menjadi teman satu tim Daikichi. Faktanya, Makoto bekerja keras setiap pagi menjadi pengantar koran. Yang tak diketahui Daikichi, Makoto selalu berangkat subuh-subuh, dan terpaksa berdagang koran karena orang tuanya bercerai, sedangkan ia memerlukan biaya besar untuk sekolah dan adiknya yang masih kecil. Waktunya habis untuk bekerja. Makoto beranggapan bahwa dagang yang ada hanya susah, dan sekeras apapun berusaha, hidup tak akan jadi lebih baik. Sesulit apapun melayani pelanggan-pelanggan korannya, yang ia dapatkan hanya muka masam di pagi hari.

Daikichi diam-diam membuntuti Makoto keesokan paginya dan mengambil alih tugas Makoto mengantar koran. Sambil membagikan koran ke pelanggan-pelanggan Makoto, Daikichi selalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih, tak peduli mau diberi respon tak enak, atau dibalas dengan muka kecut. Ternyata, seorang Bapak tua yang menjadi pelanggan Makoto, untuk pertama kalinya selama Makoto berjualan, membalas pula dengan sebuah senyuman. Cara pandang Daikichi tentang berjualan, telah membuat Makoto berubah pikiran. Bahwa ternyata apa yang dikatakan Daikichi benar (yang saya ambil menjadi tagline blog ini), bahwa kita berdagang bukan demi profit semata, tapi berdang demi sebanyak mungkin senyum. Akhirnya Makoto bergabung bersama tim Daikichi, serta Azuki dan Sawai (teman baik Daikichi).
Kita berdagang bukan demi profit semata, tapi berdang demi sebanyak mungkin senyum
Secara umum memang ceritanya kurang masuk akal, plus agak terlalu singkat (Daikichi's Salesmanship hanya berseri hingga 4 buku). Namun kalau untuk referensi alternatif dan seru-seruan, seri komik ini patut untuk dijadikan koleksi tambahan. Seperti apa kisah selengkapnya Daikichi bersama impiannya menjadi pedagang nomer 1 dunia? Akankah tim Daikichi bisa merebut trofi Most Valuable Stand yang selama 2 tahun berturut-turut dipegang Raionji, anak orang kaya dengan koneksi tak terbatas? Trik bisnis apa lagi yang diajarkan guru kucing? Bagaimana cara Daikichi bersaing melawan trik-trik kotor bisnis Tojo, dan menjadi pemenang di proyek Shochiku bernilai 30 milyar yen?

Anda bisa baca sendiri di komik Daikichi's Salesmanship terbitan Elex Media Komputindo.

A programmer living in Indonesia. More

6 komentar

bagaimana dengan "born to cook"? :D

Born to Cook saya sih belum pernah baca Mas. Komik yang satu tema dengan Uttare Daikichi memang jarang ada (yang bagus).

[...] : jumlah uang beredar dalam bisnis untuk periode tertentu. Saya ambil dari salah satu cerita dalam Daikichi’s Salesmanship saja ya. Ceritanya, untuk memenangkan penghargaan Most Valuable Stand di porseni sekolah, [...]

saya koleksi lho born to cook....#soposingtakon?

Hahahahayyy.. Born to cook emang ada unsur bisnisnya Nai?

ada juga sih mas unsur bisnisnya (kalo dipaksain dicari2) yang pas lakone (youta) dodalan nasi kotak, trus pas youta buka restoran dalam rangka disuruh guru sekolah masaknya. Selebihnya, ya ceritone tentang teknik memasak yg woww gitu...

Silakan berkomentar, insya Allah akan kami jawab. Terima kasih